[book review] The Fault In Our Stars - John Green

1 comment
The Fault In Our Stars
John Green
(bacaan untuk Reight Book Club Oktober 2013)






PS: jika ada yang aneh dengan penulisan review di bawah ini, itu karena side effect of reading yang gue rasa sehabis baca buku ini dan enggak sengaja kebawa gaya Hazel.

Dear Mr. John Green.
How are you, Sir. I hope you fine because I want to ask your time to read this letter. The letter I wrote for you. Especially for you. Because I want to say thankyouveryveryveryverymuch for bringing a great story to my life.
Sir, I want to write this letter in my own language. I don’t care if you understand or not, but I just want to make you sure that you are a great writer. Greater than the one and only, Peter van Houten. But I know, you are not like him, haha.
Mr. Green,
Please, forgive me karena baru baca buku ini sekarang. But better late than never, right? I know it’s only my excuse.
Sebenarnya aku mengalami kesulitan ingin bercerita dari mana. Mungkin bukan hanya aku saja yang jadi korban secara emosional setelah baca buku ini. Sejujurnya, aku sudah lama mendengar nama kamu, tapi maaf karena belum sempat membaca bukumu. TFIOS jadi buku pertamamu yang diterjemahkan ke dalam bahasaku, dan karena sebelum ini aku malas baca buku Bahasa Inggris, aku hanya menunggu dan menunggu kapan aku bisa mengenal kehebatan seorang John Green di bahasa yang aku mengerti. Akhirnya aku menyerah. Augustus Waters ada di mana-mana, dan sebagai seorang FOMO, aku tentu saja enggak mau ketinggalan lebih lama lagi. Two years are enough, Mr. Green. Akhirnya aku membaca TFIOS di dalam bahasa aslimu. Pilihan yang tepat, karena entah mengapa aku pesimis humor dan dialog cerdas yang kamu sampaikan akan mengalami degradasi emosi apabila diterjemahkan.
My friend said so. Dan ada beberapa bagian yang dipotong. Syykurlah aku membaca di bahasa aslimu karena aku enggak akan rela kehilangan sedikit saja cerita tentang Gus.
Mr. Green. Forgive me because I’m falling in love with Gus.
Aku suka caramu menggambarkan Gus. Juga Hazel. Perfectly imperfect. Aku skeptis dengan buku tentang kanker yang umumnya bercerita tentang penderitaan dan perjuangan melawan penyakit. But Hazel and Gus are different. Mereka enggak pasrah dan menunggu kematian datang. Mereka juga enggak sok-sokan optimis dengan berjuang melawan penyakit. They life in the moment. Kadang, menertawakan penyakit mereka.
Side effect of dying, they said.
Aku juga suka caramu membangun chemistry di antara Gus dan Hazel. Oh, jangan lupakan Isaac. Dan aku enggak bisa berhenti tersenyum dengan semua tingkah Gus yang cuek, easy going, dan punya cara sendiri untuk menunjukkan perhatiannya. Gus dan Hazel mungkin terlihat aneh, suka mempermasalahkan hal enggak penting, but I love them. Walaupun mereka weird.
Our children are weird, said Gus’s father.
Mr. Green. Kamu tahu aku paling benci buku apa? Buku yang awalnya membuatku tertawa lalu membuatku menangis tersedu-sedu di bagian akhir. Ketika membaca premis buku ini, aku sudah mempersiapkan diri. Pun ketika membaca review teman-temanku, aku makin mempersiapkan diri. Tapi ketika mulai membaca dan masuk ke dalam dunia ciptaanmu, semua persiapan itu percuma. Kamu membuatku bersalah kepada bumi karena menghabiskan banyak tisu, Mr. green.
Bukan hanya Gus, aku pun merasa dekat dengan Hazel. Mengetahui Hazel menulis surat kepada Peter van Houten, aku ingat pernah melakukan hal yang sama. Emailing Stephanie Perkins. Memang, sih, enggak dibalas. Mungkin, aku harus menemukan email asistennya dulu.
Dan Gus. Siapa yang mengenalnya pasti akan jatuh cinta padanya. Dan, Ansel Elgort adalah pilihan yang pas, menurutku. Aku sudah enggak sabar melihat Ansel dengan prosthetic leg dan rokok yang enggak dibakar. Oh, aku suka dengan metafora itu. Kita tahu apa yang bisa membunuh, tapi kita punya kekuatan untuk tidak membiarkan diri kita dibunuh. Ah, aku makin cinta sama Gus.
Just like Hazel, I’m a grenade too. Bukan karena kanker, tapi karena emosi yang selalu aku rasakan setiap kali selesai membaca buku dan terjebak di dalamnya. Enggak mau keluar. Sekarang pun sama. Kalau bisa, aku ingin bertemu denganmu, Mr. Green, dan bertanya bagaimana kabar Hazel setelah ini? Bagaimana dengan Kaitlyn? Orangtua Hazel? Apakah ibu Hazel akan jadi greater than Patrick? Dan si Papa enggak akan terus-terusan nangis, kan? Please, Mr. Green, please please please come to my country and answer my queation because I want to know about that so bad I want to talk to you about Gus and what I feel when I found Gus is no longer here I want you to know that I hate you because you are so mean to Gus but I can’t hate you I can’t hate you Mr. green I can’t I want to blame you because I want to have my own Gus minus osteosarcoma I want it so bad I want my own Gus who has his own way to cheer me up and create a closure to me just like what Gus did to Hazel please please please I want it so bad.
I called it side effect of reading.
Afterall, Mr. Green, makasih atas cerita ini. dan, Gus.
Setelah ini, aku akan menyempatkan diri baca bukumu yang lain. Meski, gaya menulismu awalnya aku rasa agak aneh dan bukan tipikal gaya kesukaanku but in the end I’m falling in love with your story.
I do, Mr. green.
I do.
General Discussion Questions
1. First Impression
Gue suka kovernya. Biru dengan tulisan bertumpuk-tumpuk. Gue baca versi Inggris jadi interest gue cuma di kover Inggris.
2. How did you experience the book?
Kelihatanlah ya dari cara gue nulis review kayak di atas, hehe. I called it’s side effect of reading. Di awal-awal gue agak kesulitan mengenali gaya menulis John Green yang enggak biasa dan agak aneh tapi lama-lama gue suka. Emosi kita benar-benar dimainkan. Dan, adegan favorit gue adalah waktu Gus di pom bensin malam-malam demi beli sebungkus rokok.
Gue nangis kejer di bagian ini.
Oh, pas pembacaan eulogy di Heart of Jesus juga.
Oh, malam penghancuran piala Gus juga.
Oh, waktu main game di rumah Isaac juga.
Oh, waktu ngelempar mobil Monica juga.
Oh, di Amsterdam juga.
Aaakkk… banyak bangetttt…
3. Characters
I love Augustus Waters. As simply as that.
4. Plot
Maju.
5.  POV
PoV 1 tapi di beberapa bagian Hazel terdiam dan membiarkan orang di sekitarnya bersuara.
6. Main idea/theme
Idenya unik karena enggak mengikuti mainstream kalau novel kanker kalau enggak sedih menye-menye ya sok-sokan inspirasional. Novel ini bikin kita tahu kalau penderita kanker juga bisa hidup normal.
7. Quotes
Gue enggak bawa bukunya jadi enggak bisa mencatut quotenya. Tapi, gue inget banget emosi gue yang sampai tersedu-sedu waktu Hazel nyamain dirinya dengan grenade waktu ngomong sama orangtuanya. Sedih banget, kak.
Oh, metafora rokok-yang-enggak-dibakar juga. I love it I love it I love it I love it I love it so bad I love you Augustus Waters.
8. Ending
I love the ending.
I do, Mr. Green.
I do.
9. Questions
Dear Mr. Green, where on earth I can find my own Augustus Waters?
10. Benefits
I called it’s side effect of reading karena makin nambah list cowok fiktif yang gue harap ada di kehidupan nyata. Gus jadi salah satu kandidat my book boyfriend gue tahun ini.
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

1 comment

  1. :') aku padamu banget dengan resensi ini... *speechless* great review. Thanks banget.

    ReplyDelete

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig