[Indonesian Romance Reading Challenge] #34 Camar Biru - Nilam Suri

Leave a Comment
Camar Biru
Nilam Suri



Sepuluh tahun lalu, ketika patah hati, Nina membuat sumpah konyol dengan sahabatnya, Adith, jika sepuluh tahun lagi mereka masih single, mereka akan menikah. Perjanjian itu ditandai dengan sebuah paper bird warna biru.
Sepuluh tahun berlalu, mereka sama-sama single dan memutuskan untuk menikah.
Nina dan Adith sudah bersahabat sejak kecil. Mereka bertetangga. Dulu mereka berempat. Ada Narendra, kakak Nina, dan Sinar, kakak Adith. Sinar ini juga jadi cinta monyet Nina. Narendra dan Sinar akrab banget sehingga Nina lebih sering bareng Adith. Ketiga cowok ini juga overprotective terhadap Nina yang sampai udah kerja pun masih diperlakuin kayak anak kecil. Sampai lima tahun lalu, ketika menjemput Nina pulang kerja, kecelakaan itu terjadi. Narendra meninggal. Sinar yang enggak sanggup menahan kesedihannya memutuskan kabur ke London.
Tinggal Adith yang selalu ada di sisi Nina di saat terapuhnya itu.
Begitu juga ketika Nina pergi dari rumah. Sejak awal, Nina memang diperlakukan seperti anak yang enggak diharapkan sama orangtuanya. Berbeda dengan Narendra yang seperti putra mahkota. Jadi, ketika Narendra meninggal, dan ibunya menimpakan kesalahan kepadanya, Nina memutuskan untuk pergi. Lagi, ada Adith di sisinya.
Nina pun berubah. Putri dari negeri gulali yang centil mendadak jadi putri kelabu yang berantakan, enggak pernah dandan, cuek, dan semrawut. Tapi ternyata ada alasan kenapa Nina berubah. Enggak cuma karena kematian Narendra. Rahasia yang selama sepuluh tahun disimpannya, bahkan dari kakaknya sendiri.
Cuma butuh waktu beberapa jam untuk membaca buku ini. Thanks to Nilam atas gaya menulisnya yang seru dan mudah diikuti. Apalagi saat ini gue sedang terobsesi dengan cerita tentang the boy next door setelah membaca Lola And The Boy Next Door, jadi ketika tahu cerita ini juga tentang sahabat sekaligus tetangga, gue semakin semangat.
Cerita ini diangkat melalui dua PoV, yaitu Adith dan Nina serta sesekali PoV 3. Permainan multiple PoV ini udah pas. Cuma, satu kritik gue yaitu ketika Nilam membahasakan Nina dengan gue. Okelah gue dikira pas dengan karakter Nina yang cuek dan berantakan. Cuma, gue ngerasa kurang pas. Nina memang cuek dan berantakan tapi itu cuma di permukaan. Deep in their heart, dia itu gloomy banget. So far sih efek gloomy and blue udah dapet cuma kalau dibahasakan pake aku pasti akan lebih dapet feel-nya. Selain, tentu saja, buat ngebedain dengan Adith karena jujur saja enggak jauh beda mereka ini.
Isi cerita sendiri lumayan kompleks dengan konflik berlapis dan semua berhasil dieksekusi dengan baik. Di beberapa part gue sampai menitikkan air mata, apalagi tentang orangtua Nina. Sumpah, ada ya orangtua sejahat itu? Gue setuju sama Adith. Di saat satu orang anak meninggal, seharusnya mereka menjaga satu-satunya anak yang tersisa, bukannya ngejauhin anak itu. Gue juga suka dengan ending konflik Nina dan orangtuanya ini. Terlalu too good to be true jika mereka berbaikan jadi gue salut sama Nilam yang tetap ngebiarin mereka seperti ini. Hell, reality bites, right?
Tapi, keasyikan gue agak terganggu dengan tokoh Sinar. Ini cowok ngomongnya formal enggak sampai. Maksudnya, dia bermaksud untuk formal tapi keserimpet pake nonformal. Lagian, sama sahabat dari kecil kok formal banget, sih? Kesannya mereka, tuh, enggak ada dekat-dekatnya. Dan formal enggak sampainya ini juga gengges. Misal pas Sinar ngomong, “kalau kamu laki-laki, saya sudah menonjok kamu.” Bo, kalo formal beneran bisa kali diganti pake meninju. Gue suka ketika Sinar ngobrol sama Adith, lebih luwes. Soalnya diceritain kalau mereka dekat tapi dari gaya ngomongnya Sinar ini, enggak kerasa kedekatan itu. Gue lebih suka Sinar ngomong bahasa Inggris, deh, sama Nina ketimbang formal nanggung ini.
Lagi, bromance Sinar dan Narendra aneh. Otak gue yang ngaco malah nangkep mereka lebih cocok jadi pasangan gay ketimbang sahabat, sumpah. Soalnya, kalau sahabat enggak sampai segininya kali. Email-email Sinar untuk Narendra kebaca kayak email seseorang yang patah hati ditinggal mati pacarnya. Seriously.
Oh, beberapa typo dikit enggak masalah.
Di beberapa review gue sempat membaca banyak yang protes Nilam memakai sapaan Si Kunyuk, Monyet, Beruk, dll. Tapi gue enggak bermaksud ikut protes. Kenapa? Sometimes I found it’s funny dan berasa dekat aja, hehe.
Kritik terbesar gue mungkin cuma di ending, ya. Gue suka ending berakhir di Nina pergi. Menurut gue itu udah jadi konklusi yang pas dan happy. Nina memang pergi, tapi dia bilang akan pulang dan Adith akan menunggu. So, udah jelas kan kesimpulannya? Jadi, ketika gue baca bagian epilog, gue menyesal baca bagian itu karena gue langsung drop. Kalau tahu gitu, gue akan mengakhiri buku ini di bab Nina pergi.

Sebagai debut, buku ini bisa dibilang bagus banget. Dan real, itu yang paling penting. Oh, lagu-lagu yang diselipin juga gue suka karena tipe lagu-lagu gue, jadul maksudnya, hehe, dan iseng gue bisa menebak nih Mbak Nilam angkatan berapa dari lagu-lagunya, hihi. This book is my cup of tea dan gaya menulis Nilam juga. Can’t wait for your next book, ya, Mbak.
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig