PS: Tema
ke-22 dalam rangka 30 stories 30 days
Tema oleh:
Kiki Nurrizky
Di hari
pertama, kita bicara tentang pemkiran paling menakutkan yang pernah ada. Kali
ini, kita kembali bermain dalam pikiran. Bedanya, saya ditantang untuk
mengemukakan pemikiran paling liar yang pernah melintas dalam benak saya.
As an imaginative person, I have sooo many
wild things in my head. Sesekali
saya pernah mengemukakannya, dalam konteks bercanda meski sebenarnya saya juga
memikirkan bagaimana kalau pemikiran itu serius ada?
Saking banyaknya,
ketika akhirnya disuruh menuliskan pemikiran paling liar yang pernah terlintas
di benak, saya pun jadi bingung. Setelah berpikir lumayan lama, saya membuat
daftar hal paling liar yang pernah menjadi salah satu keinginan saya.
Menjadi Wartawan Perang
You heard it, right? Yup, ketika memutuskan untuk menjadi
wartawan, saya sebenarnya ingin menjadi wartawan perang atau berada di lokasi
konflik. Tidak jelas bagaimana awalnya pikiran ini muncul di benak saya. Mungkin
saja dipengaruhi oleh tontonan.
Menurut saya
wartawan perang itu keren. Juga penuh tantangan. Meskipun wartawan saat berada
di lokasi konflik berada di bawah perlindungan PBB, tetap saja setiap detik itu
berisi ancaman apakah kita akan selamat atau tidak. Saya suka membaca biografi
para wartawan ini, dan setiap kali membaca, bulu kuduk saya berdiri.
I wish I was one of them.
Saya tidak
menutup kemungkinan ini. Maybe someday I will
achieve it.
Berhadapan dengan Psikopat
Yess, you read it right. Psikopat, untuk hal ini saya sendiri juga
lupa kapan persisnya saya tertarik dengan mereka. Mungkin ketika saya membaca
24 Wajah Billy atau sejak keranjingan menonton Dexter dan Criminal Minds. You know, watching criminal series is my
guilty pleasure.
Saya menyukai
cerita kriminal, tapi kurang suka dengan kriminal lokal—yang menurut saya lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Namun di serial TV yang saya tonton,
penjahat itu punya isi otak yang berlapis dan saya selalu amaze dengan mereka. Sebut saya gila, tapi berhadapan dengan para
psikopat dan menyelami isi pikiran mereka, itu adalah salah satu hal paling
tidak masuk akal yang ingin saya rasakan.
Making New Identity
Salah satu
novel favorit saya adalah The Bride Stripped
Bare karanan Nikki Gemmell. Yang saya baca adalah versi aslinya, ketika
diterbitkan atas nama Anonymous. Ini novel
dengan sudut pandang orang kedua paling bagus yang pernah saya baca. Bercerita tentang
seorang istri yang kenalan dengan seorang cowok dan dia pun mulai melakukan
eksplorasi seksual.
Novel ini
ditulis dalam bentuk diari dan diakhiri dengan cerita menggantung karena si
cewek ini menghilang, lalu fokus cerita beralih kepada sang ibu. Sang ibu
percaya anaknya masih hidup, tapi dia sudah mengganti identitas dan menjadi
seseorang yang baru.
Berangkat dari
novel ini, saya pun banyak mencari bacaan tentang sosok yang menghilang lalu
tiba-tiba muncul dengan identitas baru. Literally
being new person. Menurut saya, apakah bisa seseorang bener-bener cut off orang-orang di hidupnya lalu
membentuk identitas baru.
Ketika saya
berada di keramaian, pemikiran ini seringkali muncul. Bagaimana rasanya jika
saya menjadi orang lain? Berhenti menjadi seorang Ifnur Hikmah, dan membentuk
identitas lain yang benar-benar berbeda dibanding diri saya sekarang. Kalau dari
yang saya baca, ada dua kemungkinan. Seseorang menjadi pribadi baru karena
dicuci otak, atau membentuk identitas baru karena muak dengan hidupnya sekarang
dan dia tidak bisa berubah jika masih menjadi dirinya sehingga satu-satunya
cara adalah mengganti identitas.
Namun kayaknya
ini susah, ya.
Living in Nowhere
I woke up one day and wondering what would
it be if I live in different world? I quit my job, leaving my world and do
something else? Maybe being a volunteer and live in somewhere far from my home?
Menurut saya,
ini ada kaitannya dengan yang nomor tiga. Mungkin saya tidak bisa membentuk
identitas baru, tapi mungkin saja saya bisa meninggalkan dunia yang saya
tempati sekarang dan mencoba tinggal di dunia baru. Mungkin jadi volunteer di pedalaman Afrika, menjadi volunteer yang menolong anak-anak di
daerah terpencil atau anak-anak yang menjadi korban konflik di negaranya, being wildlife photographer?
Or simply just living in the road, just
like Supertramp. Alasan saya
akhirnya memutuskan untuk belajar menyetir bukan karena pengin bisa menyetir
untuk memudahkan kehidupan sekarang—ya alasan ini ada. Namun ada sedikit bagian
di hati yang membuat saya ingin bisa menyetir because someday I want to live in the road. Just me and my car and the
road in front of me. Nowhere to go but I don’t care. Because I want to live
with worry-free and unleash my free spirit who always hiding inside me.
It’s too hard, I know. Dan kalau dilihat-lihat sih saya cukup
tahu diri kalau saya tidak akan sanggup menjalani hidup seperti ini. But still, I have that thought in my mind.
Maybe someday I’ll do it.
Because I’ll wait for a day so I could say,
“fuck everything.”
Hanya itu
yang saya ingat. Mungkin ini akan jadi cerita berseri, saya akan menuliskannya
lagi kalau ada pemikiran paling liar yang melintas di benak saya.
And what about yours?
XOXO,
Iif
Kiki: “The wildest thought ever crossed in your
mind. Jadi psikopat mungkin? Atau ingin jadi Alexander Supertramp di Into the
Wild, jadi napi di Shawshank Redemption, jadi Andy DUfrens, atau Red atau
Brook, atau keinginan lo untuk disappear
into oblivion. Kayak jadi warga negara maa, enggak ada kabar, putus kontak
sama dunia lo yang sekarang, tiba-tiba udah jadi penduduk lokal di Edensor aja.
Atau jadi agnostic/atheist atau jemaat pengikut sekte pemuja sesuatu yang
aneh-aneh. Well, that’s all mine, he-he. Wildest, anything, kali aja lo
kepikiran something yang 50 shade-ish.”
She’s one of crazy girl in my life. But crazy
girl used to be with someone crazy, so maybe that’s why we’re friends
eventought she’s a lot younger than me. Keep up your craziness, Kiki, because
it’s your charm—beside your random twit.
0 Comments:
Post a Comment