Critical Eleven
Ika Natassa
Maybe
this is the most anticipated book of the year. Gimana enggak, teaser demi
teaser yang dikeluarkan Ika selama 2 tahun akhirnya terbayar ketika kita bisa
PO. Enggak nyangka bisa dapat (sempat ada dramanya juga hihi).
Mungkin,
karena title the-most-anticipated itu juga aku jadi memasang high expectation
untuk buku ini. Come on, ini masterpiece terbarunya Ika gitu. Buku dia enggak
pernah enggak bikin kagum (kecuali Twivortiare 2 yang jujur aja aku enggak
minat). Karena itu, jadi enggak sabar buat baca.
Pertama-tama,
aku enggak punya gambaran soal isi ceritanya kayak apa. Oke... sejujurnya, aku
sempat menebak-nebak dengan tebakan klise some guy and some girl ketemu di
bandara berkali-kali lalu kisahnya berlanjut di bandara. Or the handsome
passenger with beautiful stewardess. Tapi, ketika baca, ternyata temanya enggak
se-shallow bayanganku. Enggak nyangka kalau Ika menyorot masalah pernikahan. Di
awal-awal, sempat bertanya-tanya apa yang membuat Tanya dan Ale jadi seperti
orang asing.
Ternyata...
Dealing
with grief. Tema yang mungkin biasa tapi jadi luar biasa karena cara Ika
menyampaikannya yang luar biasa. Ya udah sih ya, kalau urusan gaya menulis
enggak usah dibahas. Aku masih suka dengan gaya menulisnya Ika yang lugas
dengan suguhan informasi di sana-sini. Dan, suguhan itu enggak terkesan
menggurui. Mungkin beberapa orang merasa keberatan, bilang Ika show off dengan
semua name dropping-nya itu. But i'm fine with that.
Cara
Ika membangun chemistry antara Tanya dan Ale juara. Kerapuhan mereka,
pergolakan bathin mereka. Aku suka. Ika berhasil menggambarkan konflik bathin
Tanya dan Ale, masing-masing dengan cara yang berbeda. Susah lho nulis dari
sudut pandang cowok, dan Ika berhasil.
Jadi,
apa aku suka dengan novel ini?
I
like it. Tapi, enggak terlalu menikmatinya.
Why?
Simply
because of the characters.
Tanya
dan Ale enggak jauh beda dengan karakter Ika sebelumnya. Keberatanku sama kayak
tokoh-tokohnya Christian Simamora yang selalu berada di pakem itu. Tanya kerasa
kurang istimewa karena aku melihat ada Keara di sana, ada Alex juga. Ale pun
juga, ada Beno dan Ruly di sana. Makanya, ketika aku siap-siap untuk dibikin
kesengsem sama Ale, ternyata enggak karena aku melihat dia sebagai Beno dan
Ruly. MUngkin Ika harus keluar dari pakem cool-independent-modern kind of girl
dan cowok-pendiam-tapi-romantis. Buat pembaca baru, karakter ini mungkin
biasa-biasa aja, tapi buat yang mengikuti Ika dari awal, lama-lama bosan juga
disuguhinya yang begini-begini terus (untung Tanya enggak bankir haha).
Oh,
sepertinya Ika kecele di novel ini. Bagian Tanya bilang dia suka toko buku dan
toko buku dengan segala keberagamannya, itu kan pernah dibikin di Antologi Rasa
bagian Ruli?
Jadi,
kesimpulannya, aku suka Critical Eleven tapi enggak terlalu menikmati. Sejauh
ini, favoritku dari Ika tetap Antologi Rasa.
(Oh
bahkan di sini Harris lebih mencuri perhatian dibanding Ale).