Stealing Parker
Miranda Kenneally
Parker
Shelton punya hidup yang hampir sempurna. Valedictorian di sekolahnya. Cantik. Jago
softball dan jadi andalan tim softball cewek di Hundred Oaks High School. Punya
keluarga yang bahagia. Hampir keterima di Vanderbilt.
Namun
semuanya berubah ketika ibunya came out
sebagai lesbian dan cerai dari ayahnya untuk tinggal bareng pacarnya, Theresa. Keluarga
Parker yang relijius dan rajin ke gereja, mendadak jadi bahan omongan di
gereja. Ibu-ibu melarang anaknya main sama Parker karena takut anaknya
ketularan Parker yang dicurigai bisa ngikutin jejak ibunya. Teman-teman
orangtuanya di gereja berbalik membelakangi mereka. Dia dianggap sebagai anak
seorang pendosa.
Saat
Parker stres, teman baiknya, Laura, bitchy-ing
her. Parker jadi enggak punya teman, bahkan dibully di tim softball
sehingga terpaksa keluar. Kakaknya nge-drugs. Ayahnya berada di state denial karena menganggap semua
baik-baik saja. Untuk membuktikan kalau dia enggak kayak ibunya, Parker jadi
sering gonta ganti gebetan dan make out
di depan umum.
Sampai
akhirnya Parker kenalan dengan Brian, asisten pelatih tim baseball tempat
Parker menjabat sebagai manajer. Brian yang sudah 23 tahun dianggap seksi dan
dewasa di mata Parker. Namun, seiring dengan kedekatannya yang makin serius
sama Brian, Parker jadi deg-degan berada di depan Will alias Corndog, kapten
tim baseball, sekaligus salutatorian di sekolahnya. Di lain sisi, Parker jadi
ragu dengan hubungannya dengan Brian.
Di
saat semua masalahnya makin menumpuk, Parker selalu mempertanyakan di mana
Tuhan saat dia benar-benar membutuhkannya?
Asli,
baca novel ini bikin banjir air mata.
Sebenarnya,
gue salah baca. Harusnya baca Catching Jordan dulu, buku pertama dari Hundred
Oaks series. Tapi, gue terlanjur terhipnotis oleh kisah Parker. Dan… mau pamer
dulu. Buku ini berhasil diselesaikan dalam waktu sehari. Plus, bacanya ebook. Jadi,
meski mata perih, bukunya terlalu menarik untuk diistirahatkan.
Konfliknya
rumit banget, untuk ukuran anak 18 tahun. Di saat hidupnya sempurna, suatu
kenyataan membuat hidupnya hancur. Ditambah, enggak ada yang membantu karena
semua orang sibuk judging mereka. Parker
jadi marah sama hidupnya, bahkan sama gerejanya dan Tuhan, karena kenapa dia
ditinggalkan sendiri?
Dan
Laura. Asli, bitchy banget. Mantan
sahabat baik yang berubah nge-bully
Parker, semata karena akhirnya dia punya kesempatan untuk menunjukkan dirinya
oke. Dari awal udah dikasih lihat kalau Laura tipe jealousy yang selalu iri sama temannya. Jadi, ketika ada celah buat
menonjol, jadi deh ngebitchy. Tapi jatohnya malah ngeselin dan dibenci. Adegan favorit
gue adalah ketika Parker teriak di koridor bilang kalau Laura Cuma iri dan
enggak penting. Mampus lo, Laura. Haha.
Selain
itu, romance-nya juga bikin gregetan.
Makin ke belakang, makin susah nebak akhirnya Parker bakal sama Brian atau
Will? Awalnya hubungan Parker dan Brian lucu-lucu unyu. Brian digambarkan
sebagai sosok cowok dewasa yang ngertiin Parker dan ngemong. Tapi lama-lama
jadi ngeselin dan kelihatan kalau dia cuma cowok childish yang menolak tua sehingga ketika dekat sama Parker, dia
bisa keep up dengan jiwa mudanya. Kasian
Parker diajak make out di truk Brian
tanpa ada keberanian dari Brian untuk negasin hubungan mereka gimana. Di lain
sisi, Parker terbuai dengan sosok Brian karena cowok dewasa di hidupnya, ayah
dan kakaknya, sama-sama masih struggling
dengan masalah mereka sehingga Parker pun mencari perhatian di luar.
Yang
sama sekali enggak disangka-sangka itu Will atau lebih sering dipanggil
Corndog. Dengan mudahnya dan enggak diduga sama sekali, Parker terbuka di depan
Will dan bisa percaya cowok itu.
Selain
cerita yang menarik, gaya menulisnya Miranda juga asyik untuk diikuti. ada
bagian tulisan berisi curhatan Parker di sini (curhatan yang setiap kali habis
ditulis sering dibakar atau dibuang sama Parker. Kadang dia menulis di kertas,
serbet, atau di kertas apa pun). Nah, bagian ini nih yang bikin sedih. Ketika Parker
mempertanyakan keberadaan Tuhan karena dia merasa ditinggalkan sendiri. sampai
akhirnya, dia mendapatkan jawabannya.
It’s all about
forgiving and accepting. Dua hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Namun, ketika
sudah bisa melakukannya, perlahan, sedikit demi sedikit, permasalahan kita
terurai dengan sendirinya.
That’s why I love
this novel. Because Miranda taught me to learn to forgive someone and accep
everything. forgiving and accepting. Easy to say but hard to do.
Sekarang,
mari kita kembali ke buku pertama, Catching Jordan, yang konon kabarnya enggak
seberat isu Parker. Sebenarnya ending CJ udah ketebak karena pasangan di novel
itu jadi cameo di Stealing Parker. Namun tetap aja. Miranda caught my eyes with her sense of writing. Jadi, itu cukup
jadi alasan kenapa novel-novel Miranda jangan dianggap enteng.
0 Comments:
Post a Comment