Sejoli
Wangi Mutiara Susilo
Rayya
dan Kenya bersahabat tapi diam-diam saling memendam cinta. Masalahnya, Kenya
adalah si anti komitmen yang meski cinta setengah mati sama Rayya tetap aja
enggak mau meningkatkan hubungan mereka dari sahabat jadi pacar. ketika Rayya
bertanya ‘What are we, Kenya?’ eh ini
cowok malah kabur dan ngenalin Rayya ke gebetan barunya.
Intinya,
novel ini masih mengangkat tema klasik: are-we-dating-or-just-a-friend?
Jadi
ingat lagunya JunggiGo X SoYou yang Some. Iya, ini lagu jadi soundtrack ketika
lagi baca novel ini.
First of all,
congratulations Unge for your debut. Yeaiii akhirnya Unge debut juga sebagai
novelis solo *tebar confetti*. This is
one of expecting novel buat gue karena udah sejak kapan tau itu kenal Unge
dan kenal tulisan-tulisannya dan suka tapi belum debut-debut juga.
Finally.
Sekarang
mari kita bedah novelnya Unge. No offense
ya, Nge, he-he.
I love this. Metropop banget
alias mencerminkan hal yang yah biasalah kejadian di usia *uhuk* kita sekarang
(kita di sini merujuk ke generasi seangkatan sama gue dan penulis hihi). Ceritanya
yang related ke kehidupan sehari-hari
jadi nilai plus novel ini. meski premisnya klasik banget, which is udah sering diangkat dan enggak ada hal baru diangkat di
sini.
Kekuatan
Unge terletak di pemilihan kata-katanya, terutama di dialog. Meski minim
deskripsi *gue rasa bakal lebih oke jika deskripsi ditambah* dialog-dialognya
keren. Quoteable banget. Di tiap
halaman pasti ada kalimat yang hakjleb di hati dan pengin langsung di-post di
sosmed, he-he.
Enggak
bermaksud ngebandingin, tapi maaf sebesar-besarnya, gue enggak bisa mengusir
Antologi Rasa dari otak gue sepanjang baca novel ini. There are a lot of Antologi Rasa moment. Rayya yang Keara banget.
Kenya yang Harris. George as Dinda. Dan penggalan adegan ketika Kenya merasa
hubungannya saat itu sudah dirasa cukup ngingetin gue ke this-is-enough-nya Harris.
Gangguan
utama gue ketika baca novel ini adalah setting
tempat dan waktu yang enggak jelas. Waktunya berasa loncat-loncat. Di awal
pacingnya lama dan santai, eh setengah ke akhir cepet banget kayak dikejar
setan. Coba ada tambahan adegan sehingga perpindahannya enggak secepat ini. Tapi
ini bagus buat yang suka baca cerita to
the point dan enggak menye-menye karena dijamin pasti bakal enjoy baca
meski pacing enggak sama dari awal sampai akhir.
Ngomong-ngomong
soal setting tempat, ini pendapat gue. Rayya ini tinggal di mana, toh? Dilihat dari
dia belanja bulanan di Karawaci, oh mungkin aja dia tinggal di Karawaci. Di apartemen
di Karawaci. Tapi kerjanya di Sudirman? Bukannya orang milih tinggal di
apartemen biar dekat dengan tempat kerja ya? Atau bisa aja dia tinggal di
Sudirman trus belanja bulanannya di Karawaci? Hmm…
Dan
banyaknya nyebutin nama tempat makan dan tempat2 hits lain yang menurut selera
gue pribadi agak show off. Semacam name dropping buat memperkuat lifestyle si tokoh yang tinggi. Tapi esensi
ke cerita enggak ada.
Oh
ya, nama Kenya juga ganggu. Awalnya gue bingung Kenya ini cewek apa cowok? Haha.
Intinya,
menurut gue novel ini Unge banget. Tepatnya, Rayya itu Unge banget. mungkin
karena gue kenal Unge secara personal kali ya jadi nangkep kalo Rayya itu Unge,
hehe.
Sebagai
novel debut, novel ini cukup oke karena benar-benar Unge. Ditunggu novel
selanjutnya yang lebih witty dari ini
ya, Kak Unge.
Nice review gan! Mantap! Thanks infonya gan ^^
ReplyDeleteThanks ya resensi nya :)
ReplyDeleteWatch box office