The Statistical Probability Love At First Sight
Jennifer E Smith
Empat menit yang mengubah segalanya.
Hadley Sullivan hanya terlambat empat menit yang mengakibatkan dia
ketinggalan pesawat yang seharusnya membawanya ke Inggris untuk menjadi bridesmaid di pernikahan ayahnya dengan
Charlotte aka The British Woman yang
belum pernah ditemuinya. Hadley merasa berat untuk datang ke pernikahan ini
karena dia masih belum bisa menerima keputusan ayahnya yang meninggalkan dia
dan ibunya karena jatuh cinta sama perempuan Inggris ketika bertugas di Oxford.
Di bandara, Hadley yang kesulitan membawa koper akhirnya dibantu
seorang cowok-berlogat-Inggris-dan-sedang-baca-buku-Dickens. Perkenalan mereka pun
berlanjut karena duduk di row yang
sama di pesawat. Mereka mengobrol apa saja. Anehnya, Hadley dengan leluasa
menceritakan masalah keluarganya dan kebenciannya kepada Dad and that British woman. Oliver pun mendengarkan semua cerita Hadley,
sedikit berkomentar, dan bercerita tentang dirinya. Juga alasan kenapa dia
pulang ke Inggris yang diasumsikan Hadley menghadiri pernikahan juga dan
masalah keluarga Oliver.
Ketika akhirnya sampai di Heathrow, mereka pun harus berpisah. Dan,
Hadley merasa enggak rela.
Finally I read this book. Yeaii… setelah sekian lama cuma
terdaftar di wishlist gue. Buku ini
adalah karya Jennifer E Smith pertama yang gue baca dan sebenarnya sudah
diterjemahin. Tapi, gue enggak setuju dengan keputusan Qanita membabat judulnya
jadi Love at First Sight doang. Soalnya,
jadi kehilangan makna aja judulnya. Dan, bikin pembaca mikir ceritanya tentang
cewek dan cowok yang jatuh cinta di pandangan pertama. Padahal, ceritanya lebih
kompleks dari itu.
Ketimbang unsur romance,
sebenarnya fokus utama buku ini adalah masalah Hadley dan ayahnya. Juga,
membuat kita mengerti kalau semua yang udah terjadi itu harus diikhlaskan. Percuma
marah atau menyesal, cuma bikin sesak.
Gue suka cara Jennifer menggambarkan hubungan Hadley dan ayahnya
melalui cuplikan-cuplikan flashback
yang hadir di sepanjang cerita. Jadi, cerita ini hanya berlangsung satu hari,
tapi kita diajak untuk lebih mengenal tokoh melalui flashback yang menyebar dari awal hingga akhir. Perpindahannya smooth banget dan bikin enjoy karena kadang gue suka terganggu
dengan banyaknya flashback. Karena flashback ini juga akhirnya gue bisa
ikut belajar ikhlas dengan keputusan ayah Hadley.
Gue juga suka karakter Hadley. Apalagi waktu Hadley tiba-tiba
pergi ke Paddington untuk mencari Oliver berbekal uang seadanya dan ingatan
kalau Oliver pernah bilang dia mau ke gereja yang di depannya ada Statue Mary. Man,
susah kali nyarinya. Apalagi Hadley baru pertama kali ke London. But she did it. Mereka bertemu. Dan, gue
suka Oliver di sini. Emosinya yang terpendam. Dan, di balik emosi itu ada rasa
sayang pada ayahnya. Hal yang membuat Hadley nantinya juga berdamai dengan
ayahnya.
Dan endingnya. Duh, enggak ada yang lebih manis dibanding ini. Oliver-tanpa-nama-belakang
sukses jadi salah satu kandidat book
boyfriend gue tahun ini. Gue suka dia yang sederhana, suka baca buku, orang
Inggris, pendengar setia, dan lucu. Kombo yang sempurna buat bikin cewek jatuh
cinta.
Gue suka interaksi Hadley dan Oliver. Obrolan absurd mereka. Juga
Oliver yang suka berkomentar enggak jelas, seperti ketika ditanya kuliah apa
jawabnya malah mempelajari tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap mayonais di
burger. Kocak banget, hehehe.
Bandara memang sebuah tempat persinggahan. Kita enggak pernah tahu
ada cerita apa yang menanti di sana. Gue selalu suka cerita berlatar bandara
dan pesawat. Ketika kita ada di atas pesawat, we have noting to run or nothing to go. Stuck in that moment. Dan,
dengan ada teman seperjalanan yang asyik, maka stuck bisa jadi lebih menyenangkan ketimbang berada di tempat yang
menyediakan banyak pintu untuk pergi. Gue sering berkhayal, setiap kali di
bandara, sekali aja gue punya cerita seperti di buku yang gue baca atau film
yang gue tonton. Setiap kali berada di bandara, otak gue enggak bisa dicegah
membuat berbagai kemungkinan skenario yang hasilnya sampai sekarang belum
berhasil. *sigh*
Back to this book. Siapa yang bisa menduga kalau
empat menit bisa mengubah sekian banyak nasib? Baca buku ini bikin gue percaya
kalau orang yang enggak sengaja kita temui bisa saja mengubah hidup kita. Everyone whose path our cross in life has
the power to change us—everything. Sometimes in small ways, sometimes in ways
greater than our known. Just like what happened between Hadley and Oliver and their
dads.
Intinya, gue suka banget buku ini. dan, gue suka banget sama
Oliver.
“You know what they say,” Dad said. “If you love something, set it free.”“What if he doesn’t come back?”“Some things do, some things don’t,” he said, reaching over to tweak her nose. “I’ll always come back to you anyway.”“You don’t light up,” Hadley pointed out, but Dad only smiled.“I do when I’m with you.”
Percakapan Hadley dan ayahnya waktu dia kecil yang menggiring
Hadley ke keikhlasannya menerima pernikahan ayahnya dan Charlotte di masa
sekarang.
“What are you really studying?”He leans back to look at her. “The statistical probability love at first sight.”“Very funny,” she says. “What is it really?”“I’m serious.”“I don’t believe you.”He laughs, then lowers his mouth so that it’s close to her ear. “People who meet in airports are seventy-two percent more likely to fall for each other than people who meet anywhere else.”“You’re ridiculous,” she says, resting her head on his shoulder. “Has anyone ever told you that?”“You, actually. About a thousand times today.”“Well, today’s almost over.” Hadley says, glancing at the gold-trimmed clock on the other side of the room. “Only four minutes. It’s eleven fifty-six.”“That means we met twenty hours ago.”“Seems like it’s been longer.”Oliver smiles. “Did you know that people who met at least three times within a twenty-four hour period are ninety-eight percent more likely to meet again?”This time she doesn’t bother correcting him. Just this once, she’d like to believe that he’s right.
Salah satu bukti keunyuan Oliver dan Hadley.
Dan dengan buku ini gue memutuskan akan baca buku Jennifer yang
lain. I like her writing. Meski PoV
3, gue enjoy karena spotlight terjaga
di Hadley dari awal sampai akhir. Dan, gue nemuin banyak persamaan gaya nulis
dia dan gue, termasuk dalam nyelipin dan nulis flashback.
0 Comments:
Post a Comment