[review] Everyone Woth Knowing by Lauren Weisberger

Leave a Comment
Everyone Worth Knowing
Lauren Weisberger

(High heel udah jadi ciri khas cover buku Lauren. Kali ini high heel nginjak dompet. Tapi gue lebih suka cover yang satu lagi karena ada velvet rope dan itu lebih cocok dengan isi cerita karena velvet rope itu memegang peranan penting hehe. Untung gue punya cover yang velvet rope ini)



Bette Robinson secara impulsif berhenti dari pekerjaannya sebagai banker di UBS tanpa tahu mau kerja di mana. Alasannya karena pekerjaan itu membosankan dan dia jadi kayak enggak punya social life gitu. Keputusannya ini didukung penuh oleh pamannya Will dan pasangannya Simon. Atas rekomendasi Will, Bette kerja di Kelly & Company, perusahaan PR yang khusus nge-handle party. Pekerjaan yang beda banget dibanding kerjaan sebelumnya.
Bette besar di kota kecil Poughkeepsie, meski masih berada dalam negara bagian New York. Ketika sedang hunting lokasi buat pesta ulangtahun Playboy yang ke-50, Bette ketemu dengan musuh bebuyutannya ketika kuliah, Abby yang mengaku sekarang kerja di media. padahal Abby ini tipikal cewek cantik culas berotak udang, hihihi. Malam itu juga, saking mabuknya, Bette enggak sadar pulang bareng Philip Weston.
Ketika terbangun besok paginya, Bette kaget karena berada di apartemen orang yang enggak dia kenal. Kesan pertama dia terhadap Phillip: ganteng, dengan rahang tegas, kulit kecokelatan, dynamit abs, senyum manis, dan punya perlengkapan facial wash superlengkap di kamar mandi dan baru saja memecat pembantunya yang salah mencuci bajunya yang seharga belasan ribu dolar. Bagi Bette: he is absolutely gay. Tapi cowok itu malah tertawa waktu Bette bilang dia gay. Dia menawari Bette pulang dengan vespanya tapi karena kesal, Bette menolak.
Sesampainya di kantor, dia dikejutkan dengan berita dia menjalin hubungan dengan Phillip Weston, lawyer asal Inggris yang masih keturunan duke dan jadi the most eligible bachelor in New York. Bette has no idea about him untul Elisa, her coworker, tell her about that guy. Eventough Bette try to explain that she’s not dating Phillip, Elisa can’t believe her. Berita dia pulang bareng Philip di lobi apartemen Philip muncul di halaman New York Scoop yang ditulis oleh Ellie Insider.
Berita ini ternyata berdampak baik bagi perusahaan Kelly. Kelly meminta Bette untuk tetap berhubungan baik dengan Phillip. Bahkan Blackberry sengaja memakai jasa Kelly asalkan Phillip Weston yang jadi host party itu. Meski baru bergabung, Bette langsung ditunjuk jadi person in charge acara besar ini.
Ketika mengurus event Blackberry, dia berhubungan dengan Sammy, bouncer di Bungalow 8 yang pernah melarangnya masuk ketika temannya, Penelope, mengadakan pesta pertunangan di sana karena kesalahpahaman. Bette berhubungan dengan Sammy karena dia ditunjuk pihak Bungalow 8 untuk mengurus hal ini. Tanpa bisa dicegah, Bette menyukai Sammy. Apalagi setelah dia tahu kalau ternyata Sammy adalah kakak kelasnya dulu waktu SMA. Tapi dia masih dituntut untuk berhubungan dengan Phillip sementara Sammy sendiri terlibat hubungan yang complicated dengan sosialita bernama Isabelle.
Masalahnya, sepertinya si Ellie Insider ini selalu ada di mana aja Bette berada. Meski pertemuannya dengan Phillip selalu enggak disengaja, Ellie Insider ini bisa mendapatkan angle foto yang menimbulkan misinterpretasi dan lama kelamaan membuat berita bohong. Orangtua Bette sendiri sampai heran dengan perubahan Bette. Dia juga jadi mulai menjauh dari Penelopo. Bahkan skip brunch dengan Will dan Simon.
Sejak bekerja di Kelly & Company, Bette berubah menjadi seperti cewek yang gila pesta dan pacaran sama Phillip Weston dengan tujuan tertentu. Padahal Bette sadar dirinya masih sama, hopeless romantic penyuka lagu lama dan ikut klub buku pecinta romance.
Ketika akhirnya Bette sadar kehidupan pribadinya mulai diacak-acak dengan label pekerjaan, dan orang yang enggak diduga memanfaatkan dan mempermainkannya, dia memilih untk mundur.
Bo, ini nih sinopsis paling lengkap yang pernah gue bikin meski belum mencakup keseluruhan cerita.
Oke, ini buku kedua Lauren Weisberger dan buku terakhir dia yang gue baca. Formulanya masih sama. Heroin yang biasa-biasa saja lalu terdampar ke kehidupan glamour, dengan fabulous sidekick, an incredible guy, dan intrik di dunia kerja. Tipikal chicklit banget. Tapi, ada daya tarik tersendiri yang membuat gue ngefavoritin buku ini. Gaya menulis Lauren pun masih sama, detail dan mengalir apa adanya. Kehidupan New Yorker yang glamour terasa banget. Secara Bette mengurus pesta jadi jangan heran kalau isinya from party to party.
Mungkin karakteristik Bette-lah yang bikin gue engage banget sama buku ini. First of all, just like me, Bette comes from a small town name Pughkeepsie and suddenly jump into another life she never expected before. Bette dibesarkan oleh orangtua aktivis yang mengharapkan Bette bekerja di instansi yang menyoroti masalah sosial. Tapi Bette memilih bank dan kemudian PR company, pekerjaan yang selama ini enggak masuk ke radar orangtuanya. Meski orangtuanya mencoba menerima, deep in their heart, mereka masih memiliki keinginan Bette mengikuti apa yang mereka inginkan. Pas banget ketika baca buku ini gue lagi jalan sama bokap dan tiba-tiba bokap nyeletuk, “Papa senang sama kerjaan kamu tapi papa masih berharap kamu mau pindah ke bank atau pegawai negeri.” Susah memang meyakinkan orangtua bahwa hidup yang kita pilih sekarang, sejauh apapun perbedaannya dengan yang mereka inginkan, itu yang terbaik buat kita. Untunglah, gue enggak kayak Bette yang terdampar di kehidupan yang kemudian hari disadarinya enggak dia banget.
Ada satu part yang gue suka banget. Ketika Sammy bilang,”You work with them, hangout with them, but it doesn’t make you being one of them.” Ini dikatakan Sammy ketika Sammy nanya kenapa Bette enggak nulis lagi dan kenapa dia mau aja pesta tiap malam dengan alasan pekerjaan, terlebih lagi dating someone yang enggak Bette banget, yaitu Phillip. Kalimat ini menurut gue jleb banget because I feel like that too. Sekuat apa pun kita berusaha untuk gabung dengan some clique karena alasan kerjaan atau pergaulan atau apalah, selalu ada thin line yang membatasi kita untuk berbaur dengan clique tersebut. Thin line yang berasal dari diri kita, yaitu kesadaran bahwa kita berasal dari akar yang berbeda. Seperti Bette. Seperti apapun dia mencoba gabung dengan clique baru tersebut, dia tetap cewek dari Poughkeepsie penyuka romance dan lagu lama dan ingin kesederhanaan. Bette tetaplah cewek yang lebih suka menghabiskan malam bareng anjingnya Millington dan baca Harlequin ketimbang party all night long. Thin line berupa kesadaran diri ini yang gue rasa jadi poin penting yang gue dapet selama baca buku ini.
Ketiga, hail romance and old song. Sama seperti Bette yang enggak bisa dicegah membanding-bandingkan hidupnya dengan kehidupan tokoh di buku favoritnya, I do it now. ngebandingin hidup gue dengan Bette haha. Soal romance ini pernah gue post di sini, Alasan kenapa Bette begitu menyukai romance meski banyak booksnob di sekelilingnya dan gue setujui banget.
Back to this story. Entahlah, aroma The Devil Wears Prada kentara banget meski devil di sini bergeraknya underground. Bukan hanya satu orang, tapi tiga orang. Twist yang menarik di ending yang juga menjadi titik balik Bette. Formula: girl gets job. Girl hates job. Girl girl makes the best of her situation. Girl quits job. Tapi, sama seperti fuck-you-moment di Paris, di mana Andrea keluar dari kerjaannya di tengah-tengah situasi hectic Paris Fashion Week yang menurut gue enggak profesional banget, hal yang sama keulang lagi di sini. Ketidakprofesionalan seorang Bette yang keluar dari kerjaan di saat yang enggak tepat demi emosi pribadi. Kenapa Kelly enggak mempermasalahkan hal ini cukup mengganjal bagi gue tapi enggak dibahas.
Satu hal yang gue suka dari novel Lauren adalah banyaknya tokoh atau event real yang masuk ke sini. Gila ya ini ada beberapa chapter gitu pesta peluncuran Blackberry—ketika novel ini terbit itu di masa awal kemunculan Blackberry—dan kalau di film ini seperti sponsor. Syukurlah product placement-nya pas. Entahlah ya ini karena Blackberry saat itu lagu hype atau Lauren memang ada apa-apanya gitu sama Blackberry yang pasti Blackberry kayak ngiklan gitu, hihi.
Soal twist, selain devil underground itu, yang bikin gue bertanya-tanya adalah Phillip. Kenapa, sih, dia anteng-anteng aja digosipin yang enggak-enggak *memang, sih, gosipnya banyakan menyudutkan Bette* dan bikin gue berpikir ni cowok dibalik gantengnya yang naudzubillah itu pasti punya hidden agenda. Ternyata benar aja, lho. Dan… bikin gue menangis meraung-raung kenapa Lauren tega bikin Phillip kayak gitu, huhuhu. Adegan Phillip ke-gap itu mau enggak mau bikin gue ngebayangin dan ilfil sendiri. Oh my eye hahaha
Overall, I enjoy this book. Secara gue udah baca semua bukunya Lauren, gue mau ngeranking ah. Urutan favorit gue: Chasing Harry Winston, Everyone Worth Knowing, Last Night at Chateau Marmont, Revenge Wears Prada, dan The Devil Wears Prada.
Ketika gue lihat di Goodreads, buku Lauren reviewnya enggak terlalu memuaskan. Tapi, ya balik lagi ke preferensi masing-masing. I love her books and her writing and I don’t care about anyone else review karena buku-buku dia memuaskan gue—karena gue memang sukanya yang light reading dan chicklit romance.
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig