Simple Lie
Nina Ardianti
Rere: cantik, baik, pintar, populer, aktif di kampus, humble, demenan semua cowok.
Fedi: ganteng, caring,
tanggungjawab, pintar, baik, nice,
charming, idaman semua cewek.
Ilham: ganteng, nyebelin, jorok, sebenarnya peduli tapi dengan
cara ngeselin, minta ditimpuk, pintar, rajin shalat, suka nyela dan ngeledek. Tiap
ketemu bawannya minta dipites.
Rere merasa hidupnya sempurna banget ketika pacaran dengan Fedi. Her perfect boyfriend. Iyalah, pas anniversary setahunan tiba-tiba dikasih
kado di tengah kantin yang rame, kurang sweet
apa coba? Tapi, semuanya berubah ketika Fedi jadi project officer Festival Jazz di kampus dan itu bikin dia sibuk
banget. Belum lagi jabatannya di senat, kompetisi manajemen entah apalah itu,
jadi waktu buat Rere berkurang. Di lain pihak, Rere akrab dengan Ilham. Ilham bikin
Rere nyaman dengan caranya sendiri. Caranya Ilham yang beda banget sama Fedi. Ilham
yang, kalau dilihat kasat mata, enggak banget dan mendingan Fedi ke mana-mana
tahunya malah munculin butterfly di
perut Rere. Sampai Rere bingung milih, Fedi atau Ilham?
Akhirnya gue baca juga novel utuhnya Nina Ardianti, hehe. Di saat
orang-orang heboh dengan Ferdian Arsjad, gue malah baca novel lamanya Nina yang
udah enggak bisa ditemuin di mana-mana ini. Bukannya bersikap antimainstream—hidup
hipster haha—tapi yang tersedia cuma ini, hehe. Gue baru baca cerita Nina di
blognya, Meet Cute, and I’m falling in
love with her writing style. Tapi, ya, emang belum jodoh sama Restart. Ada aja
halangannya pas mau beli buku itu. Janji, deh, abis ini beli. Kenapa? Karena,
sama seperti Meet Cute, gue juga jatuh cinta dengan gaya menulis Nina di Simple
Lie ini.
Oh ya, buat yang baca review ini, enggak usah iri gitu, deh, lihat
gue bisa punya Simple Lie, hehe. Di saat gue bingung nyari buku ini ke mana,
ternyata Mbak Yuska punya. Dengan enggak tahu dirinya gue minjem. Eh, dengan
baik hatinya Mbak Yuska ngomong, “buat kamu aja, deh, If.” Huwaaa… ditawarin
gitu? Dengan makin enggak tahu dirinya ya jelas gue terimalah. Enggak terhitung
ini buku ke berapa yang Mbak Yuska kasih ke gue, hehe. Makasih, Mbak.
Back to this book. I love this
book. Bahasanya mengalir
santai. Sekarang, gue enggak terlalu suka sebenarnya dengan gaya menulis yang
sangat santai kayak gini. Tapi, back to
these year ya, tahun segitu emang banyakan buku pop gayanya begini. Buku luar
pun begitu. Jadi, ya, dinikmati aja. Gue enjoy,
kok. Apalagi dialog-dialognya. Real banget.
Soal setting, itu bikin
gue kangen kampus. Ini UI, kan, Kak Nina? Secara gue anak UI, jelas aja gue
bisa ngebayangin di mana-mana aja lokasinya. Meski gue anak FISIP, gue sering,
kok, makan di Kantek. Yah, FISIP, kan, banyakan cewek sedangkan Teknik banyakan
cowok. No wonder-lah anak FISIP makan
di Kantek. Apalagi pas semester satu, pas ada larangan anak baru makan di
Takor. Jadilah kalau enggak ke Kansas ya ke Kantek. Lagian, makanan di Kantek
lebih murah dari pada Takor. *kok ini jadi bahas kantin?*
Karakteristiknya juga gue suka. Gue maklum sama kesibukan Fedi.
JGTC gitu, lho. Gue dateng, kok, pas JGTC 2007. Itu tahun pertama gue kuliah. Sebagai
anak baru ya wajarlah norak-noraknya datengin semua acara kampus. Lagian,
enggak hype banget sih, enggak nonton
JGTC? (Yakin aja ini JGTC, hehe. Sebenarnya, Festival Jazz FE ya JGTC. Dan secara
ini dibikin tahun 2007 jadi gue berasumsi ini JGTC 2007. Dooh, enggak penting,
If, haha.)
Anyway, gue cinta ILHAM. Memang, sih,
gue suka Ilham sejak baca Meet Cute. Apalagi waktu itu gue lagi suka-sukanya
sama cowok Tukang Tambang *enggak enak banget nyebut profesinya begini haha*
dan Ilham kerja di pertambangan. Novel ini bawa kita balik lagi ke masa-masa
Ilham masih kuliah dan bikin lebih kenal Ilham. Gila, ya, dibalik semua
sikapnya Ilham yang annoying, dia,
tuh charming-nya enggak ketulungan. Memang,
sih, Fedi itu pacar yang baik. Cuma, gue ngerasa kalau pacaran sama Fedi, tuh,
ngebosenin. Mending Ilham. Kayak rollercoaster,
hehe.
Tapi, gue nanya, nih. Jadi, sebenarnya Ilham itu sama Rere atau
sejak dulu jadi frigid gitu sama
cewek-cewek karena naksir mati sama Syiana, sih? Itu, Stuck-nya, mohon
dilanjutin ya, Kak Nina *dikeplak* hehe.
Ketika gue masuk bab terakhir, gue jadi benci sama semua tokoh. Memang,
sih, hidup ini kayak spiderweb. Kita enggak
pernah tahu kita bisa berkenalan dengan siapa melalui orang yang kita kenal. Ya,
namanya juga nasib. Kita enggak pernah bisa menebak orang-orang yang kita kenal
bisa menghubungkan kita dengan orang lain lalu membentuk nasib baru. Tapi,
begitu baca buku ini gue jadi benci sama semuanya. Fedi, sih, kasian. Ngenes banget
nasibnya. Tapi, gue juga benci karena dia enggak fight. Kesannya, kok, cemen gitu, sih. Rere juga jadi stupid bitch yang sukses bikin gue ilang
simpati sama dia. Ilham juga licik, sih, cuma karena dia ganteng jadi dimaafin,
hehe.
Sebenarnya masalah mereka, tuh, simple. Cuma egonya tinggi jadinya make jalan licik dan muter-muter
enggak penting untuk ngedapetin semua yang mereka mau.
Oh ya, Ilham tinggal di Tanjung Barat. Di Tanjung Mas Raya, ya,
kak Nin? Di blok apa? Gila, ya, empat tahun kuliah plus dua tahun setelah lulus
sampai sekarang, gue, kan suka bolak balik sana. Coba tahu dari dulu. Kali-kali
bisa mampir. Harus makin sering main ke Tanjung Barat, nih *numpang di rumah
Rhara*.
Overall, Simple Lie is light
book. Page turner banget. Tapi….
Ilham ternyata enggak bisa bikin gue move
on dari ETIENNE ST. CLAIR (Anna and the French Kiss. Review di sini).
Padahal tadinya mau baca buku lain karena mau move on dari Etienne. Tapi, gagal.
Dooh, kurang charming apa,
sih, Ilham. Apalagi sekarang. Ilham udah dewasa. Tapi, tetap aja kalah dari
Etienne. Huhuhu… (penutup yang enggak penting).
Intinya, gue abis ini harus baca Restart. Lebih hot mana, sih, Ilham atau Ferdian? Kayaknya,
sih, gue bakal setia jadi #TeamIlham. Good
job Kak Nin… *uyel-uyel Etienne*
Btw, buku ini typo beredar di mana-mana. Udah, sih, komplen besarnya cuma itu, hehe.
Aww UI!! Seumur-umur cuma sekali ke Kantin Teknik. Iya murah banget makanannya dan... Satenya enak. Mwahaha... Biasa lebih banyak main ke Fisip, Sastra, sama Ekonomi. Wah baca buku ini bisa serasa nostalgia nih.
ReplyDeletekak nina mah top abiisss :)
ReplyDelete