A Bend In The Road
Nicholas Sparks
(Nggak ketemu cover Indonesia dan gue lebih suka cover asli. Tikungan itu jadi inti cerita. Madame Moore's Lane, tempat semua bermula dan tempat semua harus berakhir tapi tidak berakhir.)
Love. Family. Forgiveness.
Another great story from Nicholas Sparks. Buku lama tahun 2001.
Miles Ryan, deputi sheriff di New
Bern merasa gagal, baik sebagai seorang suami maupun sebagai seorang sheriff yang
notabene adalah penegak hukum, ketika istrinya, Missy Ryan, meninggal akibat
tabrak lari. Meninggalkan Miles dan putra mereka, Jonah, yang saat itu berumur
lima tahun. Selama dua tahun diisi Miles dalam kehancuran juga penyelidikan
tentang pelaku tabrak lari yang memisahkannya dengan Missy. Miles hidup dalam
dendam.
Sarah Andrews, setahun setelah
perceraiannya, menata hidupnya di New Bern dan meninggalkan semua masa lalunya
di Baltimore. Sarah bekerja sebagai guru SD di New Bern dan kebetulan menjadi
guru Jonah.
Pertemuan keduanya diawali dengan
kekhawatiran Sarah tentang Jonah yang sangat ketinggalan dalam pelajarannya. Selama
ini, karena New Bern adalah kota kecil dan semua orang saling mengenal,
guru-guru merasa kasihan kepada Jonah akibat kematian Missy sehingga tidak
pernah ditekan dalam belajar dan diberi tugas. Sarah ingin memperbaiki itu
sehingga dia memanggil Miles ke sekolah. Mereka membuat kesepakatan bahwa Jonah
mendapat tambahan pelajaran di sekolah tiga kali seminggu.
Jonah pun akrab dengan Sarah. Miles
juga. Lama-lama mereka saling tertarik. Ketika Miles sudah yakin dia bisa
menerima cinta baru dan Sarah juga, di saat mereka sudah saling terbuka satu
sama lain, sebuah kenyataan muncul dan menjadi penghalang.
Ketika berkas kematian Missy
dibuka lagi.
Ijinin gue menghela napas dulu.
Setelah sekian lama nggak baca
novel Nicholas Sparks, gue baca lagi. Buku lama beliau, A Bend In The Road. Seperti
biasa, gue kembali menemukan tiga formula wajib yang selalu ada di buku-buku
Nicholas Sparks: CINTA, KELUARGA, DAN TUHAN. Entah ketiga unsur ini memiliki
porsi sama besar atau salah satunya sangat minim. Di buku ini, unsur Tuhan
sangat minim dan yang kentara adalah keluarga.
Buku ini bisa dibilang terbagi
dalam dua bagian. Satu berupa buku harian yang di pertengahan baru diketahui
siapa yang menulisnya, yaitu si pelaku tabrak lari. Bagian lain menceritakan tentang
hubungan Miles dan Sarah. Gue bertanya-tanya, siapa pelaku tabrakan ini dan
ketika memunculkan sebuah nama, gue nggak yakin but yeah, tebakan gue benar *nangis*.
Gue terharu di beberapa tempat dan
tokoh yang paling gue suka adalah Jonah, anak lelaki tujuh tahun yang lucu juga
menimbulkan simpati. Rasa-rasanya, gue ingin memeluk Jonah. Setiap interaksi
dia dengan Miles sukses bikin berkaca-kaca *dan gue juga berkaca-kaca ketika
menulis review ini karena teringat Jonah*. Miles is a filf, seorang ayah yang
baik, yang meski emosi, dia tetap bisa berpikir jernih. Dan satu-satunya yang
membuatnya mampu berpikir jernih adalah Jonah. Begitupun di keputusan
terakhirnya, ketika dia berhadap-hadapan dengan si pelaku tabrak lari. Dia mengambil
keputusan itu demi pertumbuhan Jonah. Jonah yang polos dan lugu,
pertanyaan-pertanyaannya membuat gue nangis.
“Aku tak suka kertas-kertas itu.”
“Kenapa?”
“Karena,” kata Jonah, “kertas-kertas itu membuat Dad sedih.”
“Tidak.”
“Ya, betul,” kata Jonah, “Dan kertas-kertas itu juga membuatku sedih.”
“Karena kau kangen Mommy?”
“Bukan,” kata Jonah, sambil menggelengkan kepalanya, “karena Dad jadi
lupa padaku.”
Ini sebagian interaksi mereka yang
bikin gue tercekat.
Di awal-awal, Sparks sudah
menggiring pembaca untuk mengikuti Miles dan Sarah yang jatuh cinta. Gue suka chemistry mereka, juga sikap kikuk
Miles. Memang sih dia sudah 32 tahun, tapi dia baru jatuh cinta sekali, bersama
Missy, kekasihnya sejak remaja, dan tidak pernah pacaran di usia dewasanya. Pertanyaan
tentang kipas angin itu benar-benar lucu. Namun, ada kalanya di balik cerita
manis itu gue menangis karena Jonah dan Miles. Lalu, di saat semuanya
sepertinya akan berakhir bahagia, rahasia kecil yang menghantui Miles terkuak.
Kematian Missy.
Lalu keadaan berubah menegangkan. Memang
sih hanya tiga hari, tapi tiga hari ini memenuhi setengah ke belakang isi buku.
Peralihan sudut pandang makin membuat cerita semakin tegang dan ketika rahasia
itu terkuak, gue bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Miles?
Memaafkan.
The power of forgiveness. Karena cinta yang tulus itu memaafkan.
Dan gue nyesek di akhir cerita
karena haru. Dan ya, Nicholas Sparks, gue nggak bisa nggak menyukai tulisan
beliau—meski setelah Dear John, beberapa cerita nggak sekuat buku-buku lama
beliau.
Satu hal lagi yang nggak hilang
dari Nicholas Sparks: setting kota
kecil. New Bern. Di buku lain, New Bern sering diangkat. Karena memang beliau
tinggal di New Bern, North Carolina. Kesederhanaan warga kota kecil benar-benar
menyenangkan untuk dibaca. Dan gue penasaran dengan New Bern.
Berhubung nove-novel beliau yang romantis
dan selalu mengedepankan keluarga, gue berani bertaruh beliau tipe family man dan sangat sayang sama
keluarganya. Terbukti dari tokoh-tokohnya yang memakai nama anak-anaknya. Miles
Ryan di novel ini diambil dari nama dua orang anaknya, Miles dan Ryan. Anaknya yang
lain, Landon, dipakai di A Walk To Remember. Savannah muncul di Dear John. Hanya
Lexie yang belum gue tahu dipakai di buku apa. Cathy, istrinya, juga jadi nama
kecil Catherine di Message In A Bottle. What
a perfect life he has, right?
Gue heran, kenapa A Bend In The
Road nggak difilmin ya? Padahal bagus loh. Tapi, kalau ditanya tentang buku
favorit gue, jawaban gue so far belum
berubah, Message In A Bottle. Ini buku dan film sama-sama bagus, sama-sama
menyentuh, sama-sama heartwarming,
dan ini buku pertama yang mengajarkan gue tentang ending yang realistis.
Always love Nicholas Sparks. Dan gue masih mengumpulkan semua buku
beliau, baik Inggris atau terjemahan.
This is New Bern
Dan jika boleh mengusulkan siapa yang jadi Miles Ryan, gue mau Oom Richard Armitage aja yang jadi Miles. Family man, tangguh sebagai sherif, penyayang, dan juga kebapakan. Memang sih lebih tua sepuluh tahun but who cares?
0 Comments:
Post a Comment