Me And You And Picture Of Our Picture #2
Me And You And Picture Of Our Picture #1 di sini.
Tahu gambaran masa depan sempurna
tentang kita di mataku?
Di suatu malam aku menangis
sendiri di sofa putih di ruang tamu. Memeluk sebuah buku kecil berwarna hijau
dengan kertas yang setengahnya sudah menguning. Terisak sendiri menatap gorden
yang berkibar ditiup angin dari jendela yang kubiarkan terbuka. Lalu, dengan
terisak, aku meraih si ponsel pintar dan mengetikkan beberapa patah kata di
sana. Memintamu pulang.
Tidak perlu menunggu lama, pintu
apartemen kita akan terbuka. Dan kamu tergopoh-gopoh menuju ke tempatku.
Melempar tas dan kunci mobil ke sembarang arah. Langsung memelukku tanpa
membuka jas atau sepatu. Pelukan sehangat selimut di musim dingin. Pelukan yang
menyuarakan bahwa everything’s gonna be
okay.
Dan aku akan semakin terisak. Kamu
akan memelukku kian erat seiring isakanku.
Ini bukan pertama kalinya kamu
menemuiku yang sedang menangis setelah menghabiskan sebuah buku. Lain waktu,
aku terduduk sendirian di sudut kamar kita, dalam gelap, menatap langit-langit
dengan pipi bersimbah air mata. Sebuah buku tergeletak di sebelahku. Kali lain,
kamu hanya tersenyum simpul melihatku memaki-maki seorang diri di depan cermin
dengan sebuah buku yang berhasil membuatku kesal di atas nakas di samping
tempat tidur kita. Lain kali aku mengomel sepanjang waktu hanya karena merasa
kesal sehabis melahap sebuah buku. Di waktu lain, aku menghabiskan
bergulung-gulung tisu di depan televisi dan sekeping DVD.
Kamu sudah terbiasa dengan
perubahan moodku yang mendadak, seperti kamu yang terbiasa dengan kehadiranku
di sisimu setiap pagi, seperti kemacetan yang menghadangmu di pagi dan sore
hari, seperti tagihan yang selalu datang di awal bulan. Sudah terbiasa.
Malam itu, kamu menenangkanku.
Membiarkanku menceracau di sela isak tangis tentang kesedihan yang kurasa
setelah membaca buku itu. Lalu menarik buku kecil bersampul hijau dari
pelukanku dan berbisik pelan. “Aku bukan Matthew Harrison. Kamu bukan Suzanne
Bedford. Kamu tidak akan meninggalkanku.”
Dan aku akan semakin terisak saat
membayangkan diriku sebagai Suzanne Bedford yang terpaksa meninggalkanmu, my love of my whole life, Matthew
Harrison-ku.
Namun aku memang seperti Suzanne
Bedford yang merasa sangat sangat sangat beruntung memilikimu sebagai Matthew
Harrison-ku.
Tahu gambaran masa depan sempurna
tentang kita di mataku?
Kita terduduk lemah di lantai parquet ruangan kecil yang sudah kita
sulap sebagai perpustakaan mini. Hasil rengekan selama bertahun-tahun yang
akhirnya terwujud nyata. Sebidang sisi dinding berlapis kaca menyorotkan sinar
matahari sore ke ruangan kecil yang hangat ini. Sedang kita di lantai.
Bersimbah peluh. Penuh debu. Namun senyum bahagia terukir di wajah kita.
Lalu aku akan mengambil sebuah
buku. The Silmarillion. Varda, seruku. Kamu akan menanggapinya dengan senyuman
dan mengambil buku lain. Game of Thrones. Daenerys, serumu.
Tidak mau kalah, aku mengambil
buku lain dan membukanya. Hermione Granger. Kamu akan membalas dengan buku
lain. Nyota Uhura.
Dan tidak akan ada yang mau
mengalah. Buku-buku yang sejak pagi tadi susah payah kita susun secara alfabetis
di rak tinggi dari kayu jati ini berpindah kembali ke lantai.
Rebecca Bloomwood, seruku.
Alex Cross, serumu.
Jamie Sullivan.
Forrest Gump.
Bridget Jones.
John Hammond.
Scarlett O’Hara.
Luke Chandler.
Andrea Sachs.
Beleg Cuthalion.
Karou.
Padme Amidala.
Dan kita akan menghabiskan sisa
sore dengan berbalas nama tokoh dari buku yang kita pegang. Dan ketika matahari
mulai terbenam, kita akan tertawa.
Setidaknya sore ini menghasilkan
dua lusin nama tokoh kegemaran kita yang kita ambil dari buku-buku di ruangan
ini untuk nantinya kita berikan sebagai nama si kecil.
Tahu gambaran masa depan sempurna
tentang kita di mataku?
Ketika cerita terindah yang
kurasakan bukanlah drama mengharu biru di buku favoritku. Melainkan ketika kamu
menatapku dengan tatapan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan aku akan balas
menatapmu dengan tatapan aku mempercayaimu. Melainkan kamu yang hanya tersenyum
dengan perubahan moodku dan aku yang selalu tahu ke mana harus pergi saat
perubahan mood mendadak itu membuatku bingung.
Selalu begitu. Setiap hari.
Selamanya.
Sweet abis Ka :'D
ReplyDelete