Dil3ma
(Mia Arsjad)
Dil3ma bercerita tentang tiga
sahabat, Lura, Mala, dan Nania. Mereka punya permasalahan sendiri. Nania si
manja tajir yang nggak pede dengan dirinya sendiri dan sudah merasa bersyukur
dengan adaya Reva yang mau jadi pacarnya meski matre dan verbally abuser. Lura yang sebenarnya sayang sama Robi dan juga
sudah dilamar Robi tiga kali tapi selalu ditolak karena berprinsip ingin memberi
pelajaran kepada semua pria kaya berpasangan yang masih suka jelalatan. Trauma masa
lalu membuatnya kayak gini. Akhirnya Robi pergi dan Lura nelangsa. Juga ada
Mala yang cinta mati sama Mas Sis, atasannya yang sudah beristri tapi katanya
lagi mau cerai.
Mereka semuanya memiliki
permasalahan cinta sendiri-sendiri tapi malah saling menasihati satu sama lain.
Gokil.
Gue membeli buku ini nggak
sengaja. Semata karena ingin riset. Kebetulan, gue memang suka novel yang
bercerita tentang geng cewek dan masalah percintaan mereka. menurut gue tema
ini nggak bakalan pernah mati. Saat ini, gue juga sedang menulis cerita
cewek-cewek ngegeng gini juga.
Dua kata untuk novel ini: TERLALU
LAMA. Alurnya ampun deh, lama bangeeeetttttt. Gue nggak mempermasalahin sebuah
novel dengan alur lama selama gaya berceritanya mengasyikkan. Tapi ini???
Mia Arsjad. Seharusnya nama itu
sudah cukup jadi jaminan. Alasan gue membeli buku ini salah satunya juga karena
nama penulisnya.
Ceritanya bagus. Gue suka. Yang nggak
gue suka cuma gaya penulisannya. Campur aduk pov satu dan tiga. Gue nggak
pernah sreg dengan gaya penulisan ini. Menurut gue, penulisnya nggak tahu mau fokus
ke siapa. Mau fokus ke salah satu tokoh aja alias Nania, yowis, gunain POV satu. Lalu kenapa juga penulisnya kepo banget mau
tahu hidup Lura dan Mala sampai gunain POV tiga? Kalau mau kepo, sejak awal
gunain POV tiga. Biar bebas mengeksplor semua sisi. Jangan dicampur aduk.
Jika di Daisyflo Yennie
Hardiwijaja gue merasa tersentuh dengan pov campur aduk kayak gini, well, di
Dil3ma Mia gagal. Yennie punya alasan khusus untuk menggunakan POV campur aduk,
tapi Mia? Gue nggak nemu alasan masuk akal. Selain itu, yang bikin gue
terganggu juga, ketika dia menggunakan pov satu, kenapa si Aku bisa tahu semua
seluk beluk perasaan temannya? Ketika di pov 1, Mia malah bertindak sebagai
orang ketiga yang tahu semua hal. Gengges. Awalnya masih mending ketika pov 1
dan 3 ini berada di chapter berbeda,
tapi ketika berada di chapter yang
sama? Gue hanya bisa menjerit putus asa. Keasyikan gue membaca jadi terganggu.
Misalnya, ketika lagi dari si Aku,
lalu tiba-tiba Lura menarik Sisil dan ingin ngomong. Masih di paragraph yang
sama, pov pindah ketiga dan ceritain apa yang diomongin Lura ke Sisil. Mereka selesai
ngobrol, balik lagi ke aku. Doohh…..
Yang paling parah menurut gue ada
di kalimat ini, di halaman 236:
“Robi cuma bisa maklum. Setelah cerita
dari aku tadi, Robi sangat maklum sama reaksi Lura sekarang.”
Di mana letak kesalahannya? Yup,
ini Mia lagi jadi POV 3. Lalu, kenapa tiba-tiba si aku nongol di situ? Kenapa nggak
ditulis, setelah mendengar cerita dari Nania….? Gggggrrrrrr……
Seperti yang gue bilang, alurnya
lama. Dari awal sampai 2/3 bagian tuh berkutat di masalah yang itu-itu saja. Bukannya
simpati sama tokohnya dan permasalahannya, gue malah males sama mereka. duh ya
jadi cewek kok bego amat. Mungkin memang ini ya karakteristik yang ingin
ditunjukkan Mia, tapi beratus-ratus halaman membaca kebegoan yang sama
lama-lama gedeg juga. Coba dipertegas sedikit ceritanya, nggak bakal deh nyampe
300 halaman.
Lalu tiba-tiba ada kejutan. Suatu kejadian
yang menjadi turning point ketiga
sahabat ini. Untungggggg aja ada chapter
ini sehingga sedikit termaafkan. I love
this part. Dan gue beneran nangis. Tapi… seperti yang sudah-sudah,
penyelesaiannya juga lamaaaaa. Jadi turn
off deh.
Satu hal lagi yang gue garis
bawahi: ini fiksi tapi fiksi pun masih harus logis. Ini banyak logika yang
bikin kening berkerut. Ketika Lura lagi ada masalah, tiba-tiba Robi datang dan
jadi hero. Kok bisa? Tahu dari mana
Robi kalau Lura di sana? Tiba-tiba kayak gini nih yang nggak bisa diterima. Masalahnya,
banyak yang tiba-tiba. Tiba-tiba ada nongol cowok sekali doang lalu udah dan
gue nggak tahu kepentingan dia apa. Tiba-tiba Mala udah kerja lagi aja. Tiba-tiba
Mala udah nge-date aja sama cowok lain. Zzz….
Dan… satu lagi yang nggak gue
suka. Pola kalau lepas dari satu akan dapat yang lain yang lebih oke. So teenlit.
Kalau saja nggak ada Lura, gue
nggak akan bertahan dengan cerita ini. Save
by Lura.
Sorry, Mia Arsjad.
0 Comments:
Post a Comment