Setiap orang memiliki momen-momen remember when yang tidak terlupakan;
kenangan yang akhirnya tersimpan rapi dalam kotak memori, saat-saat bermakna
yang sesekali akan kita putar kembali untuk dikenang – Winna Effendie
Remember When
By Winna Efendi
Sebenarnya sudah tahu buku ini
sejak lama, termasuk buku Winna yang lain, Refrain.
Cuma nggak minat aja bacanya. Pertama, karena teenlit dan minat baca teenlit
udah nggak ada. Kedua, pengalaman pertama bersama Winna nggak begitu bagus. Buku
pertama yang dibaca adalah Ai dan itu nggak terlalu gue suka. Sampai akhirnya
karena lagi nulis teenlit direkomenin
baca buku ini. Setelah pinjam dari Adit dan baca ternyata bukunya bagus juga.
Remember When bercerita tentang
dua pasangan, Adrian dan Gia, serta Moses dan Freya yang saling sahabat, plus
satu sahabat sejak kecil Freya, Erik. Mereka sudah dua tahun pacaran. Moses +
Freya ini beda banget dengan Adrian + Gia. Moses + Freya bisa dibilang membosankan
banget pacarannya, nggak kayak Adrian + Gia yang berwarna. Namun, suatu saat
mereka merasa perasaan mereka berubah. Nggak semua sih, cuma dua orang aja. Mereka
mulai mencintai pasangan sahabatnya tapi memendam karena selain menghargai
sahabat masing-masing, juga karena adanya ikatan lebih di salah satu pasangan.
Intinya, buku ini bercerita
tentang perasaan yang bisa saja berubah. Perubahan akan pasti terjadi, disadari
atau tidak. Termasuk dalam cinta.
Ceritanya teenlit banget, termasuk dalam memahami tentang cinta. Bahwa cinta
adalah segalanya. Cinta si nomor satu. Ya namanya juga remaja, nggak mikir
apa-apa. Termasuk ketika cinta berubah di saat sedang bosan. Sampai sekarang
gue merasa kalau cinta di kala jenuh hanya cinta sesaat makanya agak nggak sreg
dengan ending novel ini.
Gaya penceritaan Winna yang sempat
bikin gue mengerutkan dahi di Ai nggak terjadi di sini. I enjoy this book. Winna memakai POV 1 dari lima tokoh and she did it. Dia berhasil melakukan
perpindahan POV dengan sangat smooth
dan perbedaan karakter kerasa banget. Tanpa ditulis nama pun, kelihatan Gia dan
Freya itu beda. Ya yang paling mencolok adalah Adrian sih dengan ‘gue’ yang
santai. Masalahnya, gue nggak pernah suka baca cerita dengan ‘gue’ dan prefer
aku jadi ya agak-agak gitu sama Adrian.
I love Moses. Si kaku pintar yang lurus-lurus lempeng. Kesannya cool. Untung nih ya Moses cuma ketua
OSIS, nggak anak basket juga—diwakilin sama Adrian. Soalnya gue males baca teenlit karena cowoknya biasanya
sempurna. Semua yang oke-oke diborong, ya pintarlah, ketua OSIS, anak basket,
semua diembat sama si tokoh utama. Membaca Moses bikin gue ingat sama Donny,
kakak kelas gue yang ketua OSIS. Dan gue bayangin Moses kayak Donny hahaha
*yess, ini salah satu momen remember when
waktu SMA haha*
Yang nggak gue suka itu Gia. Menurut
gue dia cemen. Udah tahu Adrian nggak cinta lagi sama dia, masih aja pura-pura
buta dan pertahanin Adrian. Gue suka sama Moses yang legowo melepas Freya. Tapi
iya sih, karena Gie ngerasa they will be
forever and for always gara-gara mereka pernah making love. kalau di kisah dewasa mungkin akan sebodo amat kali ya
si Gia tapi buat anak SMA memang berat sik. So,
star away from sex ya adek-adek.
Mungkin tema ceritanya biasa tapi
gaya penceritaannya juara. Itulah nilai tambah novel ini.
Jika boleh menyarankan, I hate ending. Duh, kok ya sinetron
banget gitu sik? Okelah ya kalau mau bikin Adrian dan Freya bersatu, tapi
kenapa harus bawa-bawa Moses? Gue paling nggak suka ending dengan bantuan orang lain kayak gini. Too good to be true. Nggak ada usaha sendiri. Karena ending ini, penilaian gue ke Freya drop.
Afterall, Remember When terbukti sukses mengobati kekecewaan gue
karena baca Ai.
Saran gue, bacalah buku ini sambil
dengerin Remember When dari Alan Jackson dan meningat-ingat momen remember when yang pernah terjadi dulu.
Ah, ini toh buku POV itu. Pengin baca juga. Nice post.
ReplyDelete