Underground
Ika Natassa
Dalam rangka menyambut novel
terbaru Ika Natassa, Critical 11, April nanti, gue baca satu-satunya buku dia
yang belum pernah gue baca, Underground. Buku ini cuma dijual di Nulisbuku.com
dan gue dikasih sama Adit, hehehe.
Ceritanya khas Ika Natassa banget,
sekalipun katanya novel ini ditulis sewaktu dia masih SMA. Keseluruhan isi
novel ditulis full English. Komentar gue,
Inggris-nya kak Ika ciamik parah. Tapi nggak susah kok, enak dibaca dan serasa
ini orang mother language-nya emang
Inggris kali ya, hehehe.
Underground bercerita tentang
kehidupan para VJ Underground, sebuah stasiun televisi khusus musik
macam-macamnya MTV atau VH1 gitu lah. Kata Ika, inspirasinya memang dari hobi
dia nonton MTV—hei, who doesn’t, right?
Settingnya di New York sehingga kesan ini-bukan-novel-Indonesia semakin
kentara. Menurut gue ceritanya biasa tapi gaya ceritanya Ika yang luar biasa—that’s why I love her because I adore her
writing so much. Meski ini ditulis full
English, ciri khas Ika yang blak-blakan dan straight to the point masih kerasa.
Namun, gue punya banyak catatan
untuk novel ini, hehehe. Pertama, kebanyakan tokoh sehingga gue nggak tahu
konflik utamanya apa dan tokoh utamanya mana. Semakin ke tengah gue baru
mengerti ceritanya apa. Menurut gue, Underground lebih cocok disebut sebagai
journal karena berisi tentang keseharian para VJ. Mereka adalah Liv, Stefan,
Claire, Heather, Jared, Gavin, Shareef, Aaliyah, serta pasangan mereka seperti
Micha dan Alisha. Itu belum cukup karena masih banyak tokoh lain seperti Sarah,
Will, Mark, and so on and so on. Banyak
banget dan Ika memotret keseharian mereka semua. Gue sempat frustasi karena
terus bertanya, konflik utamanya apa? Barulah di tengah-tengah gue ketemu kalau
cerita lebih terpusat ke Liv dan konfliknya adalah friendship turned into love dengan Stefan. Satu-satunya yang bikin
gue bertahan sampai selesai adalah gaya bercerita Ika. Saran gue kalau
seandainya Ika mau menulis ulang, please
ambil satu konflik utama aja, biarin tokoh lain hadir dan bercerita sebagai
penunjang konflik Liv-Stefan. Karena menurut gue, semua tokoh—dan pasangannya—punya
konflik sendiri dan semuanya dituangkan di buku ini. Kalau cuma mengambil
konflik utama, gue yakin bukunya nggak akan jadi setebal ini.
Catatan kedua, pemilihan PoV. Berangkat
dari catatan pertama, ada banyak tokoh di sini, but awalnya Ika mengambil PoV satu, dari sudut Liv. Gue berasumsi
akan digiring ke masalah Liv aja. Tapi ternyata abis itu Ika ambil PoV 3 dan
menceritakan semua masalah dan keseharian semua tokoh. PoV yang campur aduk ini
jujur aja membuat gue merasa terganggu.
Catatan ketiga, full of dialogue. Dari awal sampai akhir hanya dialog. Cerita,
perasaan tokoh, apa pun, dibangun melalui dialog. Narasi hanya seputar pengantar
saja, kayak “The elevator took Stefan to
the first floor, and there he met Jared.” Atau “I open the door and threw myself against the couch.” Hanya sebatas
itu. Untunglah percakapannya seru-seru dan emosi yang terpancar hanya bisa
didapat melalui ucapan. Coba ya emosi dan perasaan lain juga dideskripsikan
melalui narasi dan deskripsi, novel ini pasti lebih bagus.
Catatan keempat, karena semuanya
hanya diketahui melalui dialog, lompatan adegan-adegannya nggak smooth. Tahu-tahu
mereka ada di studio, tahu-tahu ada di London meliput acara musik apa,
tahu-tahu ada di mana. Begitu terus. Dan karena VJ-nya banyak, mereka juga
nyebar kemana-mana. Belum lagi mereka kuliah juga. Sudahlah gue susah menghafal
nama-nama mereka, menghafal mereka kuliah apa juga susah. Jadinya gue sering
berhenti dan mikir, kok mereka di sini atau si Jared ini yang mana ya tadi? Terus,
kemunculan tokoh-tokoh baru yang mendadak gitu aja. Atau tokoh yang di awal ada
di tengah menghilang lalu muncul lagi. Atau tokoh selingan yang banyak dan suka
nongol tiba-tiba. Selalu membuat gue bertanya-tanya, ini yang mana ya tadi? Yah,
butuh daya ingat yang tinggi untuk mengingat semuanya.
But so far, Underground bolehlah. Kepiawaian Ika menggambarkan
suasana VJ yang lagi shooting on air atau
taping dan pengetahuan musiknya TOP
banget. Secara ini ditulis tahun 1990an, tentu aja musik-musiknya yang hot di dekade itu and I love it so much karena sampai saat ini gue sangat suka musik
90an. Membaca novel ini juga bikin gue teringat MTV dan masa ketika MTV
benar-benar pure membahas musik. I miss
this music channel. Selama membaca Underground, hanya satu yang melintas di
benak gue; VJ Utt. I miss him. Yeah,
every teenager in 90 era had a crush with him, right?
Meski ini bukan novel Ika favorit
gue, gue rasa bolehlah baca ini di waktu senggang. Apalagi buat yang suka sama
tulisan Ika dan nggak sabar nunggu April. Hitung-hitung pemanasan. Harapan gue,
mungkin kak Ika mau menulis ulangnya dengan hanya fokus ke Liv dan Stefan serta
friendship turned into love mereka,
hihihi.
0 Comments:
Post a Comment