Sambungan Hati Jarak Jauh
(Hari kelima #13HariNgeblogFF. Masih bercerita tentang Lendra-Tiz-Ale)
Cerita sebelumnya di sini
“Ale,
gue seneng banget. Lo tahu nggak sih gue ketemu siapa tadi di gym? Lendra. Trus
ya kita ke RumaKopi gitu ngobrol-ngobrol.”
“Tiz…”
“Trus
ya, Le…” Aku terlalu bersemangat sampai-sampai ucapan Ale kupotong begitu saja.
“Ternyata cewek di Starbucks waktu itu mantannya dia. Dia sama aja kayak gue,
jadi selingkuhan juga. Trus, cewek itu minta balik. Ya jelas dia nggak maulah.”
“Tiz…”
Sekali
lagi, tidak kuizinkan Ale untuk bicara. “Padahal kita baru kenal tapi udah
cerita banyak. Mungkin ini yang namanya jodoh kali ya, Le.” Aku terkikik.
“Tiz…”
“Terus
terus lo tahu nggak apa yang bikin gue seneng banget? Dia nolongin gue dari
Mario gitu. Jadi, tadi di gym ada Mario. Aneh ya dia mau kerja Sabtu pagi
begini. Padahal kan harusnya dia dikekepin pacarnya itu sekarang. Tapi itu
nggak penting. Jadi, Mario ini maksa mau ngomong sama gue. Ya gue nggak mau. Pas
dia maksa, Lendra dateng dan nolongin gue. Semacam hero gitu deh. Seneng banget gue, Le.”
Aku berhenti
untuk menghela napas. Berbicara panjang lebar dengan semangat menggebu
membuatku ngos-ngosan.
“Karena
hujan, dia gue ajak ke apartemen deh. Tenang, nggak terjadi apa-apa kok.” Aku
terkekeh. “Dia baru aja pulang.”
Sekali
lagi aku berhenti untuk menghela napas. Baru saja Lendra menghilang dari
apartemenku, aku langsung menghubungi Ale. Tidak peduli saat ini sudah jam
sepuluh malam. Semalam apapun tidak pernah menjadi masalah jika menelepon Ale. Dia
tidak pernah complain sekalipun aku
meneleponnya tengah malam hanya karena pembalutku habis.
“Le,
kok diam aja sih?”
“Dari
tadi gue nyoba ngomong tapi lo potong terus.”
Aku cengengesan.
“Trus, lo mau ngomong apa?”
“Gue
dari tadi mau bilang kalau sekarang gue di Hong Kong dan lo kena roaming nelepon gue.”
“Aleeee…..”
jeritku dan langsung mematikan telepon begitu saja. Dalam hati aku menangisi
tagihan teleponku yang membengkak.
*
Gue
mendadak disuruh ke Hong Kong sama bos gue. Mau ngasih tahu lo eh handphone lo
mati.
Sebuah
email masuk ke inboxku. Email dari Ale.
Setelah
mematikan telepon, aku langsung memborbardir Ale dengan kekesalanku melalui
email. Setidaknya, email tidak terkena roaming.
Mendapati
Ale tiba-tiba ke luar negeri bukan hal baru. Pekerjaannya sebagai marketing di
perusahaan multinasional memungkinnya untuk hal itu. Seharusnya aku sudah tidak
heran lagi.
Namun,
biasanya selalu ada Ale di sampingku jika aku ingin berbagi apa saja, entah itu
sedih atau bahagia. Seperti sekarang ini. Ketika aku bergembira dengan kemajuan
hubunganku dan Lendra yang tergolong pesat. Baru dua hari berkenalan, sudah
banyak cerita yang tertukar. Membuatku semakin optimis. Ditambah lagi dengan
banyaknya kesamaan diantara kami.
Biasanya
ada Ale yang menghiburku, atau justru meledekku. Namun, dia juga selalu
waspada. Bahkan lebih waspada dibanding aku. Dia sering memperingatkanku, dan
aku sering mengabaikannya.
Seperti
waktu bersama Mario. Aku bertemu Mario di gym. Dia menjadi personal trainerku. Wajahnya
yang tampan, tubuhnya yang atletis, dan sifatnya yang humble membuatku menyukainya. Dari sesi latihan berlanjut ke makan
malam. Dari gym berlanjut ke café berlanjut ke kamar. Mario benar-benar
membuaiku.
Kepada
Ale-lah aku berbagi semua cerita. Dia mendengarkannya. Mendukungku tapi juga
memperingatkanku. Waktu itu dia menasihatiku untuk tidak melangkah terlalu
cepat. Aku belum terlalu mengenal Mario. Namun, jatuh cinta membuatku buta. Sampai
akhirnya Ale terbukti benar dan aku menyesal telah mengacuhkannya.
Ale masih
ada di sisiku. Tidak pernah berkata “I’ve
told you ta, Tiz,” melainkan menenangkanku dan berkata “everything will be okay.” Itulah yang kusuka darinya.
Dan ketika
penciumannya mulai mengendus aku menyukai pria baru, dia juga mendukungku. Karena
dialah akhirnya aku bisa mengenal Lendra. Namun, aku tidak ingin cerobh seperti
dulu lagi.
Rencananya,
aku ingin mengajak jalan Ale dan Lendra, biar Ale mengenal Lendra dan menilai
pria itu. Aku butuh pendapat Ale.
Tapi
sialnya, dia malah di Hong Kong. Padahal aku sudah terlanjur janji ingin
mengajak Lendra untuk jalan besok. Bersama Ale.
Ponselku
berdering. Sebuah pesan masuk.
Pesan
dari Lendra.
“Besok
jadi kan?”
Tak ayal,
aku tersenyum girang. Meski tidak ada Ale, aku tidak ingin menyia-nyiakan
kesempatan ini. Nanti juga bisa. Yang penting, aku ingin menghabiskan waktu
lebih banyak bersama Lendra.
Segera
kubalas pesan itu.
“Jadi,
tapi jujur saja, aku nggak tahu mau ke mana. Kamu ada ide?”
Tidak
perlu menunggu waktu lama untuk menerima balasan Lendra.
“Kita
lihat besok saja. Aku punya kejutan.”
Aku tertawa
keras. Segera saja aku membuka laman email untuk menghubungi Ale. I need him. Di saat seperti ini, aku
butuh nasihat seorang Ale, tidak peduli nasihat itu adalah nasihat paling ngaco
sekalipun. Sejak kecil, aku sudah terbiasa mengandalkan Ale.
Jaraknya
memang jauh. Namun, selalu ada Ale di hatiku. Sejak dulu.
Secepat
kilat, kuketikkan email untuk Ale.
Gue rasa
gue benar-benar suka sama Lendra. Tapi, gue takut, Le. Lo tahu kan, se-denial
apapun gue, kadang gue masih keingat Mario *oke, ini pengakuan. Jangan marah,
oke?* Gue mau move on tapi apa iya
Lendra orang yang tepat. I need you,
buat nilai Lendra kayak gimana. Ntar kalau lo udah balik, lo mau kan jalan
bareng gue dan Lendra? Please, Le.
NB:
Jangan lama-lama di Hong Kong.
NB
2: Jangan pulang tanpa oleh-oleh.
Sent.
Biasanya,
balasan Ale akan datang secepat kilat. Namun kali ini, sampai aku tertidur,
balasan itu belum datang-datang juga.
hmm hmm hmm..
ReplyDeletecuriga nih :D
Alenya naksir tuh X))
ReplyDelete