Zizi (Bintang Jodoh, Saksi Bulan Madu, Seleksi Alam) by Lusiwulan
Ini termasuk Metropop lama dan gue
baru baca sekarang. But better late than
never kan? Sebenarnya gue sudah lama tahu tentang Lusiwulan. Berawal dari
nonton FTV berjudul Pasangan Jadi-Jadian yang dimainkan oleh Louise Anastasya
(dulu, ketika masih rajin baca Aneka Yess, Louise ini salah satu model favorit
gue). Setelah itu, gue pengin baca buku Lusiwulan tapi karena udah lama jadi
susah nyarinya. Perkenalan pertama terjadi ketika gue baca buku barunya,
Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil.
Baru ketika event Indonesian Reader Festival Desember kemaren, gue nggak sengaja
melihat buku Serial Zizi: Bintang Jodoh saat acara bookwar. Prinsip gue, ambil aja dulu. Biasanya, kalau satu udah
ada, lanjutannya menyusul. Ternyata bener. Waktu acara Pesta Buku di Istora,
gue nemu Zizi: Saksi Bulan Madu. Yess, tinggal satu lagi. Yang terakhir, Zizi:
Seleksi Alam, ketemu di bazaar buku di Thamrin City. Setelah lengkap, barulah
gue baca. Meski ada tiga buku, ceritanya yang ringan dan cenderung tipis bikin
gue bacanya cuma 4 jam untuk tiga buku.
Jadi, ini review borongan ya dari ketiga buk itu.
Di Zizi: Bintang Jodoh, kita
berkenalan dengan Zizi, cewek periang yang kekanak-kanakan yang baru saja lulus
kuliah dan dilamar sama pacar seriusnya yang petama, teddy, yang juga
tetangganya (kebanyakan yang, hahha). Bukannya senang, Zizi malah bingung.
Akhirnya dia berkonsultasi kepada peramal Nini Mantini yang menyuruhnya
banyak-banyak tirakat. Akhirnya Zizi mutusin Teddy karena belum mau menikah. Di
saat menyendiri di rumah Abahnya (kakeknya) di Depok, Zizi berkenalan dengan
Dylan yang kerja di arena permainan Downtown Waterfalls. Mereka temenan dan
dari Dylan, Zizi dapat kerjaan di DW. Saat kerja, Zizi kenalan sama Rafa yang
ternyata kakak Alvin, mantan pacarnya waktu SMA. Mereka deket deh.
Lanjut di Zizi: Saksi Bulan Madu,
Zizi masih pacaran sama Rafa tapi hubungan mereka backstreet alias disembunyiin dari semua orang. Nggak suma dari
teman kantor, tapi juga keluarga dan orang terdekat Rafa. Di sini banyak
kejadian lucu akibat clumsy-nya Zizi.
Untung aja dia punya teman baik Dylan. Tapi Rafa nggak suka Zizi dekat-dekat
sama Dylan dan minta Zizi jaga jarak. Zizi bimbang.
Lanjut seri terakhir, Zizi:
Seleksi Alam. Di sini, Zizi makin dalam berhubungan dengan Rafa tapi di lain
sisi dia semakin kehilangan happy time
bersama Dylan. Zizi merasa bersalah tapi Dylan menyadarkannya akan seleksi
alam. Namun, ternyata Rafa tidak seperti yang Zizi kira. Lalu, Zizi juga ketemu
lagi dengan Alvin dan membuka siapa Rafa. Juga ada mantan pacar kala SMA Zizi,
Jerry, yang kembali masuk ke hidupnya. Di buku terakhir ini akan ketahuan,
siapakah bintang jodoh Zizi. Rafa? Jerry? Alvin? Atau justru Dylan?
Ada paragraf yang gue highlight di buku ketiga karena dari
keseluruhan buku, ini yang paling gue suka.
Hubungan tertentu dengan seseorang atau beberapa orang menempatkan kita pada posisi untuk melakukan seleksi terhadap hubungan-hubungan kita dengan yang lain, terhadap keputusan-keputusan yang kita buat, dan terhadap tindakan-tindakan yang akan kita ambil dalam hidup di alam semesta ini. Seleksi alam. Dan selama kita masih di sana, berada di alam semesta, seleksi akan terus berlangsung. Satu kondisi tidak akan pernah bersifat konstan karena bumi juga bersifat antikonstan, Senantiasa berputar.
Jadi, nggak perlu sedih, Zi. Terus saja berjalan seiring perputaran bumi. Nanti juga akan ketahuan, siapa dan apa yang mampu bertahan di sisimu, mana yang terbaik untuk kamu.
So far, cara bercerita Lusiwulan berbeda dengan apa yang gue baca
di Stiletto Merah. Zizi lebih komikal dengan penceritaan ala dongeng. Tapi, gue
pribadi nggak suka dengan gaya penceritaan ini—dan setelah melihat-lihat, hampir
semua buku yang terbit di sekitar tahun terbit Zizi ini cara penceritaannya hampir
sama. Memang sih deskripsinya lebih mengalir, tapi not my taste aja.
Ceritanya simpel, tentang Zizi
yang mencari siapa jodohnya. Ada banyak pria yang datang ke kehidupannya, juga
ada beberapa yang pergi. Gue suka endingnya, nggak maksa. Setelah semua
permasalahan itu, jika Lusiwulan membawa Zizi berakhir dengan Rafa atau Jerry
atau Dylan, gue langsung ilfil karena itu maksa banget. Endingnya yang nggak
jelas tentang siapakah yang akhirnya bersama Zizi ini jadi ending paling
realistis yang mungkin ada—meski banyak yang beranggapan Zizi berakhir dengan
Jerry. Menurut gue, itu belum keputusan final. But, kemunculan Jerry di dua bab terakhir ganggu. Coba Jerry
diganti Alvin dan konfliknya lebih dieksplor, menurut gue akan lebih bagus. Namun
initinya, I adore her writing. Buku Lusiwulan
tetap jadi buku yang akan gue baca.
Gue suka penggambaran karakter dan
interaksi antarkarakter. Berasa real
dan nyambung. Kelihatan banget Zizi yang ceria dan childish dari sikap dan ucapannya. Selama ini, gue selalu mutar
otak untuk ngegambarin tokoh via sikap dan omongan. Terus interaksinya gue
suka. Zizi-Rafa, Zizi-Dylan, Zizi-Melky, Zizi-Teddy tuh lucu dan porsinya pas. Ketahuan
kalau Zizi-Rafa itu pacaran dan Zizi-Dylan itu temenan karena interaksinya beda
banget. Meski yang bikin gue bertanya-tanya, pacaran kok tetap gue-lo ya? Hahaha.
Intinya, buku ini cocok buat
ketawa-ketawa dan mengisi waktu luang.
Satu kalimat lagi yang gue suka.
People come and go. Bahagia dan sedih datang dan pergi. Seperti juga orang-orang yang mengisi kehidupan kita.
Sebuah penutup yang manis.
Pinjeeeeem :D
ReplyDelete