Hancur
Oleh: Ifnur Hikmah
(FF Berantai #Trattoria)
“Pergi kau. Jangan pernah lagi
menampakkan diri di hadapanku.”
Pengusiran itu jelas ditujukan
untukku. Namun aku hanya membisu. Duduk mematung di sofa merah ini. Menatap
lurus ke kedalaman matanya, mencoba meredakan emosinya dan kembali bersikap
manis padaku.
Namun, alih-alih melunak, dia kian
menegang. Disambarnya Hermes yang selalu ditentengnya kemana-mana dan berlalu.
“Dan jangan ganggu putriku lagi.”
Sempat-sempatnya dia menudingkan
telunjuknya di hadapanku sebelum akhirnya benar-benar menghilang di pintu
trattoria.
Aku menghela nafas panjang. Kusesap
red wine yang tersaji di hadapanku
dengan wajah pias. Kupandang berkeliling. Sial, mengapa ada Lanang Banyu di
sini? Mulut embernya pasti akan mengumbar cerita ini ke setiap orang, dan
akibatnya? Job pemotretan untukku
kian berkurang. Ah sial. Hari ini benar-benar hari sialku.
Hancur. Hancur semuanya…
Cassandra pergi. Dian juga
menghilang.
Karirku dipertanyakan. Pemasukanku
melayang.
Seharusnya aku lebih berhati-hati
lagi. Setelah mengetahui bahwa Sandy adalah putri Dian, seharusnya aku lebih
awas dalam bertindak. Namun nyatanya, kali ini aku tergelincir.
Seharusnya aku mencari tempat
lain. Bandung mungkin? Bukannya Kemang yang hanya berjarak beberapa meter dari
kantor Sandy.
Sial…
Aku tidak pernah mencintai Sandy. Pun
Dian. Mereka, perempuan-perempuan itu, hanya jalan pintas yang diberikan
untukku demi masa depanku.
Siapa yang tidak mengenal Dian Ayu
Baskoro? Creative Director Sass yang
telah menelurkan banyak iklan. Dan aku juga tahu dia perempuan paruh baya
kesepian yang membutuhkan belaian pria muda sepertiku.
Lalu, hidupku bersinggungan dengan
Sandy. Di suatu pemotretan. Dia yang membawaku ke majalahnya and look at me now. Banyak majalah dan brand yang memperebutkanku.
Sandy berperan besar dalam
karirku, dan mamanya adalah sumber utama keuanganku.
Namun hatiku? Well, selama aku masih bisa mereguk keuntungan dari mereka, mengapa
harus mempermasalahkan hati?
Iphone-ku bordering, membuyarkanku dari lamunan singkat.
“Dimana?” Suara diseberang sana
jelas terdengar terburu-buru.
“Soriano Trattoria. Kemang.”
“Oke. Aku ke sana sekarang. Ini udah
di Bangka. Jangan kemana-mana. Sandy baru aja meneleponku dan meracau hebat. Sudah
kubilang, jangan macam-macam dengannya kalau masih ingin karirmu berjalan
mulus.”
Kuusap tengkuk sembari mendengar
repetan di telepon. Bukan itu yang kuinginkan. Setidaknya, bukan tudingan itu
yang kuinginkan dari kekasih hatiku ini.
“Sejak awal sudah kubilang,
ngapain main sama tante-tante lagi. Karirmu bagus dan pertahankan itu. Nanti keuanganmu
akan membaik dengan sendirinya.”
Aku mendecak sebal. Tahu alasan
utamaku mempertahankan tante-tante kesepian itu? Untuk membayar sewa apartemen,
untuk mobil mewah yang sekarang kupakai, untuk semua pakaian mewah dan member card di gym agar fisikku tetap menarik dan karirku sebagai model kian
melonjak. Simple, right?
“Bam? Masih di situ?”
“Masih,” sahutku pelan.
“Aku sebentar lagi sampai. Nanti,
kita selesaikan masalahmu dan Sandy. Jangan sampai kontrak untuk cover LaModa bulan depan batal gara-gara
kebodohanmu ini.”
Aku mengangguk dan mematikan
telepon. Inilah akibatnya punya pacar otoriter, mengatur semua keinginanku. Tapi,
aku juga tidak akan menjadi seperti sekarang kalau tidak karena dia? Dia yang
menemukanku pertama kali dan meyakinkanku kalau aku akan sukses sebagai model. Ketampanan
yang sejak dulu kuagung-agungkan ternyata mendatangkan manfaat.
Sembari menunggu si cerewet itu datang,
aku memesan sebotol red wine lagi. Cuma wine, aku tidak akan mabuk.
Sesekali kulihat Lanang mencuri pandang
ke arahku. Ah sial. Target tampil di cover Men’s Journal belum kesampaian. Jangan
sampai Lanang bermulut besar dan melapor kepada Tria, editor in chief majalah itu dan membuat Tria mem-blacklist namaku. Lebih sial lagi jika
dia ikut dikompori Sandy. Bagaimanapun juga, majalah itu berada di grup yang
sama dengan majalah Sandy.
Ah, Sandy. Perempuan itu membuatku
pusing. Aku tidak peduli dengan Dian. Masih banyak tante kesepian lain yang
haus akan belaianku dan siap mengucurkan uang berapapun yang kuminta. Tapi Sandy?
Dia juru kunci karirku.
“Bamma…”
Sebuah suara mengagetkanku. Aku menoleh
dan mendapati sosok yang kurindukan sedang berjalan ke arahku. Aku menarik
nafas lega. Setidaknya, aku tidak sendirian dalam menghadapi Sandy.
Ada Bryan, kekasih hatiku, yang
akan membantuku mengatasi perempuan manja itu.
Aku menyambut Bryan dengan sebuah
senyuman dan kelegaan di hati.
PS: Kelanjutan dari #FFBerantai #Trattoria More info please check this.
0 Comments:
Post a Comment