Tarian Nyiur

Leave a Comment

Tarian Nyiur

Oleh: Ifnur Hikmah

“I can’t”

“Yes, you can.”

“No, it’s too hard for me.”

“No, you can do it. Trust me.”

Masih terlihat kilat keraguan di wajah bening itu, namun perlahan-lahan tangannya mulai terulur ke arahku.

“Kamu percaya aku kan, Nyi?”

Nyiur menatapku dari balik bulu mata lentiknya. Ah, raut itu lagi.

Mengapa mendung tak bosan-bosannya menggayuti kehidupan Nyiur? Seakan matahari enggan untuk singgah meski untuk sebentar saja. Ini tidak adil. Sungguh tidak adil. Semenjak kecil dia sudah berteman dengan muram. Beranjak remaja, kekelaman itu semakin menjadi-jadi. Pun saat masa dewasa mulai menyapanya, mendung itu belum sirna jua. Meski secercah cahaya datang menghampirinya melalui uluran tangan Dimas, tapi mengapa hanya sebentar saja? Belum puas kunikmati binar bahagia di wajah cantik itu, kembali tangan nasib menjorokkannya ke lembah kesuraman.

Ah, Nyiur-ku yang malang.

“Aku tidak akan mencelakakanmu. Aku hanya ingin membuatmu bahagia di hari spesial ini, Nyi.”

“Entahlah, Do. Aku sudah tidak tahu lagi apa itu bahagia semenjak semua hal yang mendatangkan kebahagiaan untukku direnggut begitu saja. Mama, Papa, dan terakhir…” Nyiur menghela nafas panjang, “Dimas.”

Kurengkuh tubuh lemah yang tidak bisa bergerak itu. Malam ini ulang tahun Nyiur yang ke-25 dan aku sudah bertekad untuk merayakannya –seperti yang selalu kami lakukan selama 15 tahun yang lalu, tepatnya semenjak aku bertemu Nyiur di Panti Asuhan Cahaya Kasih 20 tahun silam.

“Pegang tanganku.”

Ragu-ragu Nyiur mengulurkan tangannya. Kupegang jemari panjang nan ringkih itu erat-erat, lalu kuangkat tubuh Nyiur dari atas kursi rodanya. Dia kehilangan keseimbangan, tapi buru-buru kupeluk pinggangnya dan kutompangkan seluruh bobot tubuhnya ke atas tubuhku.

“Let’s dance with me, tonight.”

Nyiur menatapku dengan sebaris senyum tersungging di bibirnya. Senyum pertama di tahun ini.

Kugerakkan tubuhku seiring dengan tubuh Nyiur. Kita menari dalam diam, tanpa musik. Hanya desau angin sesekali meningkahi gerakan sederhana ini. Dulu, kami selalu seperti ini, menari di bawah hamparan langit malam setiap kali aku atau Nyiur berulang tahun. Lalu, kami akan membuat permohonan dan membisikkannya melalui angin. Impian terbesar Nyiur hanya satu: bertemu dengan pangerannya. Sedangkan impianku? Aku hanya ingin agar Nyiur bahagia.

Impiannya telah terwujud saat di suatu pagi, di taman ini, Nyiur bertemu Dimas. Pemuda sederhana yang memikat hatinya semenjak pertemuan pertama dan kemudian mengajarkannya akan nikmatnya kehidupan percintaan. Sayang, tangan nasib tidak berpihak pada mereka. Di suatu malam, sehabis mereka merayakan ulang tahun pernikahan yang kelima, mobil yang dikendarai Dimas ditabrak oleh sebuah truk. Kecelakaan itu membuat Dimas harus meregang nyawa sementara Nyiur harus pasrah menjalani sisa-sisa kehidupannya di atas kursi roda.

Impianku yang semula kurasakan telah terwujud saat melihat Dimas menyematkan cincin di jari manis Nyiur, harus kupikir ulang. Kebahagiaan sesaat yang dirasakan Nyiur bukanlah impianku. Aku ingin dia berbahagia, selamanya.

Dan inilah yang kulakukan malam ini, mengajaknya kembali ke masa kecil ketika kami masih bersama-sama.

“Back when I was a child

Before life removed all the innocence

My father would lift me high

And dance with my mother and me and then”

Pelan, telingaku menangkap senandung lirih dari bibir Nyiur.

“Remember that song?”

Aku mengangguk. Mana mungkin aku lupa lagu yang selalu didengarkan dan disenandungkannya selama kami tinggal di panti suhan itu.

“Itu kenangan terakhirku dan papa.”

Aku memutar tubuhnya.

“Sebelum mama mengusir papa pergi dari rumah dan membuangku ke panti asuhan ini.”

Kembali kuputar tubuh Nyiur. “Panti asuhan yang mempertemukan kita,” bisikku.

“Panti asuhan yang mempertemukanku dengan Dimas.”

Mendung kembali menyapu wajah cantik itu tatkala dari bibirnya meluncur nama Dimas.

“Aku merindukannya, Do.”

Nyiur menatap langit, mencari kepingan bintang yang selalu mewarnai langit setiap malam. Namun, malam ini mendung. Tak ada satupun bintang yang menampakkan dirinya. Sejak kecil Nyiur percaya bahwa setiap orang yang kita cintai telah pergi meninggalkan kita, orang itu akan bereinkarnasi menjadi bintang dan selalu muncul setiap malam untuk menerangi langkah orang yang ditinggalkannya.

Kuajak Nyiur berbaring di atas hamparan rumput. Semerbak wangi bunga sedap malam memenuhi rongga penciuman kami. Itu bunga kesukaan Dimas. Pria itulah yang menanam bunga itu di halaman belakang panti asuhan ini.

“Dimas tidak muncul malam ini.”

“Dia ada.”

Kurasakan tatapan Nyiur tertuju padaku.

“Dia ada di hatimu, Nyi. Selalu.”

Nyiur tertawa kecil. “Mengapa Tuhan tidak membawaku pergi bersama Dimas? Dia tahu aku tidak punya siapa-siapa lagi di bumi ini.”

“Kamu salah. Kamu masih punya aku.”

Kugenggam tangan Nyiur erat-erat.

“Aku takut kamu akan meninggalkanku juga, Do.”

Serta merta aku menggeleng. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku janji.”

Kuraih Nyiur ke dalam pelukanku. Betapa perasaanku terasa sangat tenang saat menyadari dia ada di dekapanku. Meskipun aku tahu hatinya tidak tersedia untukku, aku sudah puas dengan keadaan ini.

For me, this is enough.

“Aku takut.”

“Kamu ingat waktu kecil dulu kita pernah mengucap permohonan?”

Nyiur tersedak. “Iya, tapi permohonanku tidak terkabul.”

“Kamu telah bertemu pangeranmu,” kubelai pelan rambutnya yang basah akibat rintik hujan, “meski sesaat, Tuhan telah mendengar doamu. Dan kamu tahu apa permohonanku?”

Nyiur menggeleng.

“Aku hanya ingin, di sepanjang kehidupanku, aku melihatmu bahagia,” bisikku lirih, “semula aku pikir impianku telah terkabul saat kamu bertemu Dimas. Namun sekarang, aku ingin memanjatkan impian itu lagi. Berbahagialah untukku, Nyiur.”

Tidak ada balasan apa-apa dari Nyiur. Hanya pelukannya saja yang kian mengerat.

“Selamat ulang tahun,” bisikku.

Thanks, Do. Aku sayang kamu.”

Ya, sayang. Hanya itu. Karena cintanya hanya tertuju untuk seorang pria bernama Dimas, meskipun raganya telah luruh dikandung tanah.

But for me, this is enough.

Selama aku masih bisa menghela nafas dan memberikan kebahagiaan untuk Nyiur, it means that my dream has come true.

SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig