Modern Fairy Tale

1 comment
Percaya nggak kalau fairy tale itu ada?

Banyak pro dan kontra dalam hal ini. Sebagian besar pihak menganggap bahwa it's impossible, too beautiful to be true, tidak akan ada bahagia selamanya dan sebagainya. Namun, masih ada yang percaya bahwa keajaiban itu ada, tergantung dari sisi mana kita melihatnya, jika bersyukur maka kita akan bahagia, bahwa cerita cinta ibarat dongeng sebenarnya merupakan pengejawantahan dari realita (thanks to my accidentally responden).
Lalu, bagaimana dengan saya? Saya percaya bahwa fairy tale itu ada. Saya tidak usah menengok jauh-jauh ke Inggris sana, saat Kate Middleton dipercaya sebagai Cinderella abad 20-an. Saya pun telah menyaksikan wujud nyata fairy tale tersebut, dengan mata kepala saya sendiri.

Saat itu, saya masih berusia 15 tahun, masih terlalu dini untuk memahami cerita tersebut. Namun, di masa awal usia dewasa saya, saya kembali mengingat kisah itu.

Sebut saja namanya Riri. Kebetulan, ibunya adalah teman ibu saya. Riri adalah seorang gadis sderhana dari kota kecil di Sumatra. Keluarganya sederhana -ibunya guru, ayahnya pegawai kantor walikota-, dia pun tak kalah sederhananya, baik dari segi penampilan maupun prilaku.
Riri, sama seperti gadis kota kecil lainnya memilih untuk kuliah di Jakarta. Selepas kuliah, dia bekerja di suatu perusahaan. Dalam salah satu pekerjaannya, dia bertemu dengan direktur salah satu perusahaan tambang terkemuka di Indonesia, sebut saja PT KS. Pria lajang berusia akhir 20an, tampak elegan dengan segala kuasa dan kekayaannya.
Namun, siapa sangka kesederhanaan Riri menarik hatinya? Pertemuan pertama itu langsung menumbuhkan benih-benih cinta. Pria itu merasa telah menemukan sebagian hatinya. Saat itu juga hatinya berkata 'she's the one!'.
Namun, Riri menolaknya. Dia merasa tidak pantas. Meski teman-temannya berkata bahwa dia bodoh karena menolak anugrah itu, Riri bergeming dengan keputusannya. Dia merasa takut. Dia hanya gadis biasa dari kota kecil. Tak punya kuasa apa-apa. Kehidupannya sungguh bertolak belakang dengan pria itu. Apakah lingkungannya bisa menerima Riri? Apakah keluarga pria itu -yang merupakan salah satu petinggi PT KS- bisa menerima seorang gadis biasa masuk ke keluarga besarnya yang sangat menjunjung tinggi gengsi? Pertanyaan itu menyeruak dalam pemikiran Riri.
Namun, penolakan Riri tidak menyurutkan langkah pria itu. Dengan mantap dia menyebut nama Riri sebagai pendamping hidupnya kepada keluarganya. Dengan yakin dia terbang ke kota asal Riri dan meminta restu dari keluarga Riri. Lagi-lagi penolakan didapatnya. Keluarga Riri bukanlah keluarga yang silau akan harta. Mereka takut Riri tidak bisa diterima oleh keluarga pria itu. Kita hidup di Indonesia. Menikah bukan hanya diantara dua insan, tapi juga ada penyatuan keluarga didalamnya.
Pria itu tidak menyerah. Puncaknya ada disaat ayah Riri terkena serangan jantung. Sebelum meninggal, sang ayah sempat berpesan 'jika kebahagiaan Riri ada ditangannya, maka lakukanlah'. Dia serasa mendapat lampu hijau. Dia selalu ada di masa-masa sulit Riri yang terpuruk waktu ayahnya meninggal. Butuh waktu dua tahun hingga akhirnya Riri sadar bahwa dia juga mencintai pria itu. Meski telah menerima berkali-kali penolakan, pria itu tetap bergeming. Riri baru benar-benar yakin saat keluarga besar pria itu menerimanya dengan tangan terbuka.
Saya masih ingat hari pernikahan Riri. Saat Riri menangis di pelukan ibu dan kakak laki-lakinya. Saat Riri menangis waktu ijab kabul karena ketidakhadiran sang ayah. Saya bisa merasakan aura kasih sayang dan cinta yang teramat dalam ketika pria itu memeluk Riri dan menenangkannya.
Bulan Maret lalu, saya kembali bertemu dengan Riri di salah satu mall di Jakarta. Saya kaget saat seseorang menepuk pundak saya dari belakang.
"Apa kabar, adik kecil?" Tanyanya.
Tak ada yang berubah dengan Riri. Tetap sederhana seperti dulu. Tak jauh dari sana, saya melihat pria itu -suaminya- sedang menggendong putri kecil mereka di pundak. Dia tersenyum. Kembali saya bisa merasakan suasana magis seperti yang saya rasakan di hari pernikahan mereka.
Kami pun berbincang di salah satu kedai kopi. Riri menceritakan kehidupannya, bahwa dia tidak salah mengambil keputusan. Dia beruntung masih diizinkan bekerja meski awalnya sang suami ingin membawanya ke PT KS. Dia juga berhasil membujuk suaminya untuk tinggal sendiri, keluar dari kemewahan rumah mertua, dan hidup mandiri sebagai sebuah keluarga. Mereka memiliki dua anak. Yang pertama, laki-laki (6 tahun) dan perempuan (2 tahun). Sekarang PR Riri hanya satu, membujuk sang ibu yang tinggal sendirian di kampung halamannya untuk tinggal bersamanya karena sang ibu tidak mau pindah. Alasannya, dia tidak cocok dengan kehidupan kota besar.
Sebelum berpisah, Riri berpesan pada saya "Do you believe a fairy tale?"
"Iya"
"Good. Aku sudah merasakannya and now, it's your turn!"
Saya terkesiap. Akankah saya juga bisa memiliki fairy tale itu?

Mengutip kata-katanya Vivian Ward dalam Pretty Women: "I want a fairy tale" dan kalimatnya Jane Nichols dalam 27 dresses "One day, that would be my day!" (Thanks @tyarabuffon for this statements).

So, apakah kalian masih meragukan fairy tale?
"I want a fairy tale, with my own way, becasuse one day, that would be my day!"

Love,
Iif
Nb: makasih ya kak Riri dan suami atas ceritanya.
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

1 comment

  1. Aaahh it's so sweet.. Salah satu bukti fairy tale itu ada, hehe..

    Just have faith, selama berdoa dan berusaha, semua orang pasti akan dapat happy story in their life, right?

    Just I said to you before, I don't say it a happy ending, just because life and love are never ending. :)

    One day, that would be your day...

    ReplyDelete

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig